Selasa, 19 Oktober 2010

Ruang Tamu Amma Toa


Keterangan gambar: Rumah Amma Toa di Kajang, Bulukumba (Foto: Muhammad Ridwan Alimuddin)


Ruang Tamu Amma Toa

Oleh Muhammad Ridwan Alimuddin


Panyingkul.com
Kamis, 30-11-2006
http://www.panyingkul.com/view.php?id=271&jenis=kaba

Citizen reporter Muhammad Ridwan Alimuddin melalui pengamatan sederhananya tentang penataan ruang tamu, menuliskan perbedaan kehidupan masyarakat Kajang yang masih tinggal di dalam kawasan adat dengan yang sudah berbaur dengan masyarakat luar. Dituliskannya, bahwa ruang tamu adalah alat komunikasi sang pemilik rumah untuk menunjukkan identitasnya kepada tetamu. (p!)

Saya pertama kali datang ke kawasan adat Kajang, Bulukumba pada tanggal 16 September 2004. Untuk keperluan riset, dokumentasi dan pengambilan gambar kehidupan sehari-hari masyarakat di kawasan adat ini, kita harus meminta ijin terlebih dahulu kepada Amma Toa, sang pemimpin adat.

Setelah berjalan kaki beberapa ratus meter dari gerbang kawasan adat, melalui jalanan berbatu yang ditata rapi dan rimbun pohon bambu, saya tiba di perkampungan Suku Kajang yang masih teguh memegang adat dan tradisi moyang mereka. “Orang Kajang dalam”, demikian penyebutannya untuk membedakan dengan orang Kajang yang bermukim di luar kawasan adat.

Rumah-rumah panggung yang semuanya menghadap ke barat tertata rapi, khususnya yang berada di Dusun Benteng tempat rumah Amma Toa berada. Di tempat ini, terdapat tujuh rumah yang berjejer dari utara ke selatan. Di depan barisan rumah terdapat pagar batu kali setinggi satu meter. Sederhana, tapi terlihat elegan layaknya sebuah benteng. Rumah Amma Toa berada di rumah keempat dari utara.

Pertama kali datang ke kawasan Amma Toa, otak saya yang dipenuhi “cerita menyeramkan” tentang Kajang, misalnya, “akan kena kutukan bila tak berbaju hitam, bila melanggar aturan, dan bila mengambil foto Amma Toa, film akan rusak”. Setelah menunggu beberapa saat, karena sedang berlangsung rapat adat di atas rumah Amma Toa, saya naik ke rumah Amma Toa. Rumah Amma Toa, baik dari luar maupun dari dalam sangat sederhana.



Keterangan gambar: Pintu masuk. (Foto: Muhammad Ridwan Alimuddin)



Dindingnya hanya terbuat dari batang bambu bulat yang ditempa membentuk lembaran, lantai terbuat dari bilah-bilah bambu, tiang dari pohon bitti yang tak lurus, dan atap dari daun rumbia. Demikian juga dengan dinding di dalam rumah, terbuat dari bahan alami. Adapun bagian langit-langit rumah beralaskan papan, yangg dimanfaatkan sebagai ruang tempat menyimpan hasil panen (padi dan jagung). Alasan menggunakan papan agar bulir padi dan jagung dapat tersimpan rapi, tidak berjatuhan mengotori bagian tengah rumah.

Salah satu kekhasan rumah orang Kajang kawasan dalam, adalah dapurnya yang berada di ruang tamu. Dapurnya berada di sisi kiri pintu, berupa ruang kecil tempat menyimpan guci air minum, tempat mencuci piring, peralatan masak dan bahan masakan berada. Ada banyak makna mengapa dapur persis ada di ruang tamu, salah satunya adalah simbol betapa orang Kajang menghormati tamunya. Di lantai ruang tamu Amma Toa yang ditutupi tikar banyak terdapat bantal sebagai sandaran punggung tamu yang datang. Ya, rumah Amma Toa (dan rumah-rumah lain di dalam kawasan adat) tidak memiliki kursi. Di dinding rumah pun tidak tampak foto, gambar, dan hiasan lainnya, kecuali sarung hitam yang tergantung dan tanduk kerbau di salah satu tiang rumah. Kawasan adat ini pun belum dialiri listrik, jadi jangan berharap menemukan perangkat elektronik.



Keterangan gambar: Seorang perempuan Kajang membersihkan beras di dapur yang ada di ruang tamu. (Foto: Muhammad Ridwan Alimuddin)


Lebih Moderen

Kurang lebih satu bulan kemudian, di tengah bulan puasa dua tahun lalu, saya kembali datang ke kawasan adat Amma Toa. Kali ini saya sempatkan bermalam di salah satu rumah perangkat adat. Di dalam struktur formal pemerintahan, tuan rumah ini menjabat Kepala Dusun Benteng. Rumahnya merupakan rumah ketiga ke arah utara dari rumah Amma Toa.

Rumahnya sedikit “mewah” dibanding rumah Amma Toa. Dinding, salah satu petak lantai, dan sekat antar-ruang terbuat dari papan, bukan dari bambu. Juga agak “moderen”, karena salah satu dinding rumah dihiasi banyak foto yang berada di dalam bingkai berkaca yang sederhana, baik bingkai dari bahan plastik maupun dari bingkai yang terbuat dari batangan kayu es krim (orang menyebutnya “stik es miami”), jam dinding (yang masih terbungkus plastik!), dan kalender.

Salah satu tikarnya pun bukan dari buatan setempat melainkan tikar Kalimantan, yang terbuat dari rotan kecil dan warnanya kuning gading. Di rumah itu tergantung sarung hitam, ikat kepala, dan baju kaos dan jaket yang diangin-anginkan. Rumah kepala dusun sudah dihiasi tiga tanduk kerbau yang menandakan paling tidak sudah tiga kali upacara pernikahan di rumahnya. Di ujung tanduk kerbau tergantung parang dan songkok hitam.



Keterangan gambar: Ruang tamu Kepala Dusun. (Foto: Muhammad Ridwan Alimuddin)



Sama seperti rumah Amma Toa, dapur juga berada di sisi kiri rumah, tepat di samping pintu. Perbedaan dengan rumah Amma Toa, dapur sudah ditutupi sekat dari papan. Jadi kalau tidak menengokkan kepala ke dalam, suasana dapur tak terlihat. Di samping pintu masuk ke ruang bagian belakang terdapat tangga kecil yang menuju loteng. Tangganya unik, terbuat dari kayu lalu dibentuk sedemikian rupa menyerupai tanduk kerbau.

Ruang tamu orang Kajang di kawasan adat mempunyai beberapa fungsi, selain untuk menerima tamu juga untuk beristirahat (khususnya suami dan anak laki-laki), tempat makan, dan tempat kaum perempuan membersihkan beras.

Kajang Luar Sangat Moderen

Bagaikan bumi dan langit, rumah orang Kajang yang berada di luar kawasan jauh lebih “moderen dan kompleks”. Sebagai contoh adalah rumah salah satu anggota DPRD Bulukumba yang juga salah satu anggota dewan adat Kajang. Rumahnya terletak 3 kilometer dari rumah Amma Toa. Rumah dilengkapi beberapa kamar (ada khusus untuk tamu), sudah ada kamar mandi, tikar permadani, televisi 20 inci, dan beberapa peralatan rumah tangga modern. Ruang tamunya cukup megah, kursi empuk yang bagian atas sandarannya berukir kepala garuda, dan di dinding terpasang beberapa foto keluarga berukuran besar, yang lebih besar dari poster.

Rumah orang Kajang yang lain pun (di luar kawasan) tak berbeda jauh. Sudah menggunakan listrik, peralatan elektronik, dinding rumah dari papan yang tercat rapi, dan foto-foto yang memperlihatkan “dinamika anggota keluarga.”

Orang Kajang di dalam kawasan adat terkenal akan keteguhannya memegang tradisi. Tapi, perlahan tapi pasti, simbol-simbol modernisasi mulai menyusup. Hal ini dapat disaksikan dari ruang terpenting di rumah mereka, ruang tamu. Ya, rumah Amma Toa masih sangat sederhana, tanpa embel-embel di dinding rumahnya. Namun itu tak berarti rumah-rumah orang Kajang yang juga di dalam kawasan adat demikian juga adanya. Rumah dua anggota dewan adat Kajang (meski salah satunya berada tinggal di luar kawasan adat) mencerminkan hal itu.

Meski tanpa apa-apa di ruang tamunya, itu tak berarti tak menyimbolkan apa-apa. Dengan kata lain, pada saat yang sama, Amma Toa sedikit-banyak berperilaku sebagaimana pemilik rumah yang lain. Ia (juga) menyampaikan kepada orang yang hadir di rumahnya, bahwa “Inilah saya, hidup sederhana”.

Orang lain, lewat penataan ruang tamunya, menyampaikan “Saya intelektual, ada banyak buku di ruang tamuku” atau “Saya seorang haji, lihatlah fotoku waktu di Goa Hira dan di atas punuk unta”. Ada juga yang ingin menjelaskan, “Saya mendidik anak dengan baik, lihatlah foto-foto wisuda anakku” atau “Saya bukan orang sembarangan, ada fotoku bersama pejabat”. Di kampung saya di Mandar ada yang berpesan begini: “Saya sering menang lomba perahu, lihatlah pialaku berjejer di atas lemari” atau “Saya orang beragama, ada kaligrafi Allah dan Muhammad di dindingku”. Tapi tak sedikit juga yang mengkomunikasikan hal ini: “Saya mengidolakan artis AFI, makanya posternya ada di dinding ruang tamu”.

Nah, bagaimana dengan ruang tamu anda?(p!)

*Citizen reporter Muhammad Ridwan Alimuddin dapat dihubungi melalui email sandeqlopi@yahoo.com



[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]

Tidak ada komentar: