Sabtu, 09 April 2011

Hak Tenaga Medis Terabaikan


TUNTUT HAK. Sejumlah tenaga medis di RSUD Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba saat menuntut haknya dibayarkan pihak rumah sakit. Di Sulsel, hampir semua daerah bisa dikategorikan melakukan penindasan terhadap tenaga medis mereka, dengan tidak memenuhi hak-hak mereka sebagai tenaga medis. (Foto: Arman/Fajar)


-------------------------


Hak Tenaga Medis Terabaikan

Harian Fajar, Makassar
Minggu, 10 April 2011
http://www.fajar.co.id/read-20110410075237-hak-tenaga-medis-terabaikan

MANAJEMEN dan pelayanan rumah sakit (RS) pemerintah, khususnya di daerah, tampaknya sangat wajar ketika masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan tidak puas dan mengeluhkan buruknya tindakan medis yang dilakukan oleh para tenaga medis di RS maupun Puskesmas. Rupanya, tenaga medis, baik yang berstatus dokter hingga tenaga honorer, masih ditindas pemerintah utamanya manajemen RS.

Di Sulsel, hampir semua daerah bisa dikategorikan melakukan penindasan terhadap tenaga medis mereka, dengan tidak memenuhi hak-hak mereka sebagai tenaga medis. Kendati setiap tahun dialokasikan anggaran untuk membayar jasa para tenaga medis itu, sebagian daerah masih saja tidak mau  membayar jasa tenaga medis tersebut hingga berbulan-bulan. Celakanya lagi, penindasan tenaga medis dengan cara tidak membayar jasa tenaga medisnya itu berlangsung setiap tahun.

Ironisnya lagi, ada daerah yang tidak membayar jasa tenaga medis tersebut hingga waktu beberapa tahun. Seperti yang dialami ratusan tenaga medis di Bulukumba. Mulai 2009-2011, jasa tenaga medis tidak dibayarkan pemerintah atau pihak RS tanpa alasan jelas.

Nasib yang sama dialami tenaga medis yang ada di Maros. Bedanya, hak tenaga medis yang terabaikan di daerah tersebut berupa insentif tenaga medis yang juga belum dibayarkan mulai 2009-2011. Pada 2009, rumah sakit setempat memang membayarkan insentif mereka, namun hanya selama enam bulan.

Sedangkan untuk jasa tenaga medis pada 2011, di Maros mulai Januari-April, pemerintah belum juga membayarkan tanpa alasan yang jelas. Hal sama terjadi di Jeneponto. Untuk jasa tenaga medis triwulan pertama, RSUD Lanto Dg Pasewang Jeneponto juga belum membayarkannya.

Pengzaliman atau penindasan terhadap tenaga medis oleh manajemen RS itu, mulai membuat pelayan kesehatan masyarakat itu tidak sabar. Tenaga medis di RSUD Andi Sulthan Daeng Radja misalnya mulai berani melakukan perlawanan, dengan melakukan mogok bahkan menyegel kantor pelayanan publik yang tergolong vital ini.

Para tenaga kesehatan itu seakan lupa, bahwa setiap saat masyarakat membutuhkan layanan kesehatan. Semua itu dilakukan imbas kekecewaan terhadap manajemen rumah sakit yang tidak becus mengurus tunjangan jasa pelayanan medis mereka.

Ketua Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zaenal Abidin dengan tegas menyatakan bahwa tidak dibayarkannya tunjangan jasa tenaga medis, terhadap para dokter maupun tenaga honorer tersebut sebagai bentuk penindasan dan pengzaliman.

"Juga, tindakan itu tidak menghargai hak tenaga medis khususnya dokter. Manajemen rumah sakit sudah melakukan tindakan semena-mena," tegas Zainal.

Tunjangan jasa medis yang tidak dibayarkan hingga dua tahun, bukan lagi merupakan keterlembatan yang harus dicarikan berbagai dalih, namun kejadian itu sudah keterlaluan bahkan patut dipertanyakan.

Kepala Tata Usaha RSUD Andi Sulthan Daeng Radja, Saharuddin berdalih, tidak terbayarnya tunjangan jasa medik ratusan tenaga  medis di RS akibat lonjakan pasien yang terjadi pada 2009 lalu hingga 2010. Ini kata dia mengakibatkan konsekuensi meningkatnya biaya untuk pelayanan kesehatan secara signifikan. Saat ini, pihak terkait pun hanya bisa memberi janji bahwa tunjangan jasa medik tersebut tetap akan dibayarkan nantinya.

"Anggaran kesehatan gratis tahun ini dinaikkan dari Rp9 miliar menjadi Rp16 miliar. Kami akan mengkalkulasi kebutuhan dalam setahun, dan kalau ada sisanya, itu yang akan diplot untuk membayar tunjangan jasa tenaga medis," dalih Saharuddin.

Kepala Dinas Kesehatan Bulukumba, drg Dian Welliyati Kabier yang dikonfirmasi terpisah terkesan lepas tangan. Menurutnya, hal tersebut menjadi domain tersendiri RSUD karena memiliki anggaran tersendiri.

Yang pasti, jasa layanan bagi dokter pada 18 puskesmas di Bulukumba juga belum dibayarkan. Totalnya mencapai Rp1,3 miliar, dan menurutnya sementara dalam proses pembayaran.

"Saya kira tidak ada masalah lagi kalau bicara dokter puskesmas yang menjadi tanggung jawab dinas. Ada 38 dokter yang bertugas dan mereka sebagian sudah menerima tunjangannya. Ini akan berlanjut terus untuk pembayarannya. Kalaupun masih ada tunggakan lagi kita tunggu dulu hasil audit BPKP kemudian akan dibayarkan lagi," ujar Dian.

Dari Jeneponto,  Direktur RSUD Lanto Dg Pasewang, Saharuddin S.km juga mengakui belum dibayarkannya jasa tenaga medis untuk triwulan pertama 2011 sebesar Rp1 miliar. Faktor penetapan APBD 2011 kata dia menjadi penghambat.

"Pembayaran belum dilakukan  karena sementara menunggu pencairan dari dinas PPKAD Jeneponto," ujarnya Saharuddin.

Kendati, dia memastikan, uang jasa tenaga medis tersebut sudah bisa dibayarkan pada paling lambat Mei mendatang. Saat ini kata dia, APBD Jeneponto masih dilakukan verifikasi di Kementerian Keuangan. 

Kepala RSUD Salewangang Maros, dr Eddy Mochtar mengaku kalau pembayaran jasa tenaga medis selama ini masih lancar.

"Pembayaran jasa tenaga medis selalu terbayarkan, meski kami akui yang kadang terlambat adalah Jamkesda," ujar Eddy. (arm-lom-rin)

[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]

2 komentar:

Anonim mengatakan...

BERGEMALAH SEMANGAT STOVIA!!!! MENDUKUNG MUNDURNYA DOKTER DARI KABUPATEN BULUKUMBA HINGGA KONDISI BULUKUMBA KONDUSIF LAGI

Etir mengatakan...

jangan lupa terkadang juga hak penanganan pasien juga biasa terabaikan,,,,