Rabu, 18 Mei 2011

Travel Note to Bulukumba


Dari Makassar, ibukota Sulawesi Selatan ke Bulukumba, perlu menelusuri jalan darat sepanjang 153 km. Jauh? Relatif sebenarnya, karena pertanyaan sebenarnya, bagaimana kami menyusurinya? Terus terang saja, berhubung jadwal kami ketat, maka kami mesti “ngebut” menggilas jalanan. Jadi ketika siang Boeing 737-900ER Lion Air mendarat di bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, kami langsung mengambil sebuah Nissan Livina X-Gear yang telah disiapkan. (Foto: Gegen)

Nikmati Angin Tabuh Daun-Daun
- Travel Note to Bulukumba


Teks & foto: Gegen
(Jurnalis majalah traveling & gaya hidup)
Sabtu, 14 Mei 2011
http://gegentraveloflife.blogspot.com/2011/05/nikmati-angin-tabuh-daun-daun.html

Dari Makassar, ibukota Sulawesi Selatan ke Bulukumba, perlu menelusuri jalan darat sepanjang 153 km. Jauh? Relatif sebenarnya, karena pertanyaan sebenarnya, bagaimana kami menyusurinya? Terus terang saja, berhubung jadwal kami ketat, maka kami mesti “ngebut” menggilas jalanan. Jadi ketika siang Boeing 737-900ER Lion Air mendarat di bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, kami langsung mengambil sebuah Nissan Livina X-Gear yang telah disiapkan.



Melintasi jalan lintas kabupaten yang cukup jauh rasanya perlu mobil serbaguna yang sekaligus membuat kita duduk seperti dalam sebuah sedan. Namun sekaligus dimensinya juga jangan terlalu besar. Livina X-Gear dengan kapasitas mesin 1.500 cc ini pilihan yang logik rasanya.

Letak Bulukumba sendiri, ibarat kotak, adalah sudut selatan-timur dari provinsi Sulsel. Kelak dari ibukota Bulukumba, jalan akan bercabang, membelok ke utara menuju kabupaten Sinjai atau menelusuri jazirah kecil ke Pantai Bira di mana terdapat pelabuhan penyeberangan fery menuju kabupaten (pulau) Selayar.

Jadi, bisa dikatakan Bulukumba adalah kawasan perlintasan ekonomi yang ramai, baik menuju ke kedua kabupaten tadi maupun kabupaten-kabupaten lain yang dilaluinya seperti (sedikit) Gowa sebagai close border Makassar, lalu melintasi Takalar, Jeneponto kemudian Bantaeng, yang kesemuanya dilayani baik bus untuk penumpang maupun truk untuk angkutan barang. Kalau mau diakumulasi, kami perlu empat setengah jam untuk mencapai Bulukumba.


Memang, di kebanyakan ruas, jalanan mulus membentang. Sepanjang Takalar kami bisa memacu kendaraan. Mesin 16 katup DOHC yang ditanam di balik kap mesin X-Gear kami geber di sini. Dengan rasio kompresi mesin yang tinggi, 10,5:1 dan menghasilkan tenaga maksimum 109 hp (horse power) pada torsi 6.000 rpm membuat kami melejit. Menyenangkan untuk overtaking (mendahului), lantaran ditunjang transmisi manual 5-speed yang bisa kami mainkan dan posisi berkendara macam sedan plus kombinasi suspensi McPherson strut (depan) dan torsion beam (belakang). Masing-masing diimbuhi stabilizer.

Hambatan kami di Takalar: deretan penjual jagung manis. Ya, itu terlalu menggoda. Sehingga kami mesti menghentikan keasyikan kami memacu X-Gear untuk mencicipi jagung-jagung manis yang dijajakan di pinggir jalan.


Kabupaten berikutnya yang kami lalui adalah Jeneponto. Sebagian besar jalan di Jeneponto bagus, namun sebagiannya lagi berlubang. Pada ruas ini kami mesti berhati-hati. Tapi itu tidak menghentikan kami untuk menikmati perjalanan, karena di Desa Allu, ada deretan penjual lemang, nasi yang dibakar di dalam tabung bamboo berukuran 50 cm yang dijual Rp 6.000 per bambu.

Sementara di Bantaeng, bisa dibilang sebagian besar jalannya bagus, meski ada ruas di mana sedang diperbaiki untuk dimuluskan.

Sebenarnya, di Bantaeng, “angin Bulukumba” mulai terasa. Ya, Bantaeng seperti semacam “pemanasan” untuk menikmati Bulukumba, dengan lansekap yang mirip sebelum akhirnya kami bisa menikmati yang sesungguhnya: pembuatan perahu di Tanah Beru, pantai Lemo-lemo, pantai Tanjung Bira, pantai Mandala Ria, pantai Samboang, kawasan adat Ammatoa, pemandian alam Bravo Bawakaraeng hingga perkebunan karet di Balombissie.

[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/]

Tidak ada komentar: