UJI KOMPETENSI WARTAWAN. Ketua Dewan Pers, Prof Bagir Manan (kedua dari kanan) didampingi Wakil Ketua PWI Pusat Atal S Depari (kedua dari kiri), Ketua PWI DKI Jaya Kamsul Hasan (paling kiri), dan Ketua PWI Sulsel H Zulkifli Gani Ottoh, memberi pengarahan pada ujian kompetensi wartawan di kampus Universitas Fajar (Unifa), Makassar, Senin, 28 November 2011. (Foto: Idham Ama/Fajar)
Uji Kompetensi Wartawan Tak Sengeri Yang Dibayangkan
Oleh: Asnawin
(Pengelola Blog Kabupaten Bulukumba)
--------------
Tidak sedikit wartawan yang ngeri mendengar kalimat Uji Kompetensi Wartawan (UKW), apalagi karena UKW diselenggarakan Dewan Pers. Namun, banyak juga wartawan yang bereaksi biasa-biasa saja ketika dikatakan bahwa semua wartawan harus mengikuti UKW.
Sebagai mantan wartawan harian Pedoman Rakyat dan juga mengampu beberapa mata kuliah yang berkaitan dengan jurnalistik, penulis juga merasa biasa-biasa saja menghadapi UKW.
Meskipun demikian, penulis tetap menyambut gembira dan antusias ketika terdaftar sebagai peserta Wartawan Madya dalam UKW yang diselenggarakan Dewan Pers bekerjasama PWI Pusat, di Kampus Universitas Fajar (Unifa), Makassar, 28-29 November 2011.
UKW yang dibuka oleh Ketua Dewan Pers Prof Dr H Bagir Manan itu diikuti 44 peserta (sebenarnya 60 wartawan yang terdaftar) dari berbagai media cetak dan elektronik se-Sulsel, termasuk seorang peserta tamu dari Maluku (Ketua PWI Cabang Maluku).
Setelah pembukaan dan makan siang, UKW pun langsung digelar. Para peserta dibagi tiga kelompok, yakni Kelompok A, Kelompok B, dan Kelompok C, masing-masing kelompok terdiri atas beberapa Wartawan Utama, beberapa Wartawan Madya, dan beberapa Wartawan Muda. Penggolongan utama, madya, dan muda bukan didasarkan pada usia, melainkan kesenioran dan jabatan di redaksi.
Penulis kebetulan ditempatkan di Kelompok A bersama Ketua PWI Cabang Sulsel Zulkifli Gani Ottoh (Wartawan Utama) dan sejumlah wartawan lainnya.
Seperti yang penulis bayangkan sebelumnya, uji kompetensi wartawan tidak lebih dari pekerjaan sehari-hari yang pernah kami rasakan saat masih bekerja di harian Pedoman Rakyat, Makassar. Ujian diawali dengan simulasi rapat redaksi (rapat perencanaan), kemudian mengerjakan beberapa tugas yang berkaitan dengan hasil rapat perencanaan, dan diakhiri dengan rapat redaksi (rapat budgeting).
Dalam setiap mata uji, penulis selalu mendapatkan angka tinggi, bahkan penulis sempat tidak menerima nilai 75 yang diberikan oleh penguji, karena penulis merasa angka itu terlalu rendah. Setiap mata uji, penguji selalu memperlihatkan nilai (angka) yang diberikan kepada setiap peserta (tanpa diketahui peserta lain) dan peserta bisa menerima atau tidak menerima nilai tersebut.
Hari pertama, Senin, 28 November 2011, semua 44 peserta hadir hingga sore, tetapi pada hari kedua, Selasa, 29 November 2011, beberapa peserta tidak lagi hadir. Konon ada yang tidak lagi hadir karena dianggap Tidak Kompeten dan ada pula yang tidak hadir karena alasan yang tidak jelas.
Pada uji kompetensi hari kedua, beberapa peserta terpaksa pulang sebelum ujian berakhir karena sudah divonis Tidak Kompeten, termasuk beberapa peserta di Kelompok A.
Pada acara penutupan, tiga peserta diundang menerima Piagam Penghargaan secara simbolis, masing-masing Zulkifli Gani Ottoh (Harian Fajar / Wartawan Utama), Asnawin (Tabloid Demos / Wartawan Madya), dan Hasdar Sikki (Tabloid Lintas / Wartawan Muda).
Beberapa rekan sesama peserta pun langsung memberikan ucapan selamat kepada ketiga peserta tersebut, tetapi panitia tidak menjelaskan bahwa kami bertiga adalah peserta. Dua hari kemudian barulah kami mendapat konfirmasi dan kepastian bahwa kami bertiga memang peserta terbaik di tingkatan masing-masing.
Hasil UKW di Makassar, dari 44 peserta, tujuh dinyatakan Tidak Kompeten, terdiri atas dua wartawan madya dan lima wartawan muda. UKW Utama diikuti 17 peserta, UKW Madya diikuti 16 peserta, dan UKW Muda diikuti 6 peserta.
Beberapa rekan sesama peserta mengatakan, Uji Kompetensi Wartawan ternyata tidak sengeri yang dibayangkan sebelumnya.
"Ternyata yang diujikan adalah pekerjaan kita sehari-hari," kata salah seorang rekan.
Atal S Depari yang mewakili Ketua PWI Pusat pada acara penutupan mengatakan, setelah mengikuti UKW, para peserta harus menampilkan sikap dan perilaku yang kompeten.
"Anda harus memertahankan sertifikat UKW yang Anda pegang," katanya.
Ketua PWI DKI Jakarta Kamsul Hasan yang hadir sebagai tim penguji kepada penulis mengatakan, sudah 10 PWI cabang yang melaksanakan UKW. Khusus PWI Cabang DKI Jakarta, UKW telah dilaksanakan dua tingkatan.
"Banyak juga wartawan yang tidak kompeten. Dalam UKW, tidak ada istilah tidak lulus, tetapi kita memaai istilah Tidak Kompeten," jelasnya.
----------------
[Terima kasih atas kunjungan dan komentar Anda di Blog Kabupaten Bulukumba - http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar