Rabu, 04 Juli 2012
Memanggang di Bawah Karang Bira
PANTAI BIRA. Landscape yang menarik didapatkan dari atas tebing karang Pantai Bira,Kabupaten Bulukumba. Udara sejuk yang berhembus di sepanjang batas pantai menjadikan para pengunjung betah berlama-lama di pinggir pantai. Salah satu kelebihan sekaligus keunikan Pantai Bira adalah pasirnya putih, lembut, dan halus dipijak. (Foto: Fadhli)
Memanggang di Bawah Karang Bira
Oleh: Imam Rahmanto
04 July 2012
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2012/07/04/memanggang-di-bawah-karang-bira/
Pernah terbayang tidak, menikmati sajian wisata di salah satu objek wisata dan yang terjadi adalah kita kehilangan sumber listrik a.k.a “padam listrik”? Nah, hal seperti itu terjadi di seluruh areal kompleks Tanjung Bira selepas senja ketika kami baru saja selesai bermain bola (plastik) di pinggir pantai.
Senja di pinggir pantai Bira, banyak dimanfaatkan oleh para pengunjung untuk bermain sepak bola pantai (seadanya). Udara sejuk yang berhembus di sepanjang batas pantai menjadikan para pengunjung betah berlama-lama di pinggir pantai. Bahkan pasir putihnya lembut dan halus dipijak. Tak jarang pula ada anak-anak kecil maupun orang dewasa yang menghabiskan waktunya di pantai membuat beragam bentuk bangunan dari pasir. Berbekal bola plastik dan tumpukan sandal - sebagai posisi gawangnya - maka sudah bisa dipastikan permainan siap dimulai.
keterangan gambar: Menjelang senja tanpa sunset. (Foto: Imam Rahmanto)
Padam listrik tidak lantas membuat suasana di sekitar areal Tanjung Bira menjadi gelap. Masih ada beberapa penginapan maupun warung yang mempertahankan binar cahayanya dengan memanfaatkan faslitas genset. Selain itu, keadaan di luar pondokan juga jauh lebih terang oleh cahaya bulan, meskipun belum waktunya purnama. Akan tetapi, suasana seperti itu sudah cukup memberikan nuansa-nuansa melankolis di tengah-tengah kegelapan malam.
Berjalan-jalan di pinggir pantai di bawah temaram sinar rembulan memang cukup menyenangkan. Walaupun tidak cukup ramai, namun beberapa pengunjung tampak bersantai menghabiskan waktunya (sambil menanti listrik dinyalakan kembali) di pinggir pantai. Ada yang berjalan-jalan, ada pula yang duduk bersama bercerita mengenai banyak hal. Pun, listrik baru beroperasi kembali beberapa jam kemudian.
Panggang Ikan
Masih pagi hari ketika saya dapati banyak pengunjung sudah berjalan-jalan di sekitar pantai Bira. Sepanjang jalan, kiri-kanan saya, ada banyak toko-toko souvenir yang menjajakan hiasan-hiasan kreatif berbahan kerang dan binatang laut. Di sela-sela toko itu, mudah pula ditemukan toko-toko penyewaan alat selam untuk keperluan diving. Laut Bira yang jernih dan tenang sangat pas untuk dijelajahi alam bawah lautnya.
Keterangan gambar: Seorang wisatawan asing menjajal kemampuan bolanya. (Foto: Jane)
Beberapa wisatawan di pantai membagi lapangan pasir untuk bermain bola. Ada yang berjemur bermandikan pasir, berjalan-jalan di sepanjang pantai, atau mengawasi anak-anak maupun sanak keluarganya yang berlarian di tengah laut dangkal. Bagi yang punya budget mencukupi, bisa pula berkeliling mengitari laut dengan banana boat maupun “kapal bebek”.
Keterangan gambar:
Seorang ibu mengawasi anaknya bermain di pinggir pantai. (Jane)
Di seberang lautan, dengan jelas saya bisa melihat sebuah pulau, yang oleh penduduk setempat dikenal dengan Pulau Liukang Loe dan Pulau Kambing. Disana merupakan lokasi diving dan snorkeling yang sangat mengasyikkan. Hanya saja, saya belum pernah melintas kesana.
Oh ya, nyaris sejauh 500 meter dari batas pantai, kedalaman lautnya hanya sebatas dada. Meskipun demikian, dasar-dasar laut yang menjadi pijakan bukanlah pasir seluruhnya, melainkan batu-batu karang yang agak menyakitkan ketika dipijak. Beberapa ikan-ikan hias mungil juga akan dijumpai selama “perjalanan” menuju ke tengah laut. Malah, jika “beruntung”, hewan-hewan laut lainnya seperti Bulu Babi akan melukai kaki.
Keinginan untuk menyaksikan sunrise di Tanjung Bira akhirnya harus kembali tertunda. Konon kabarnya, di Tanjung Bira-lah kita bisa melihat sunset dan sunrise dari posisi yang sama. Saya yang tidak tidur semalaman suntuk, akibat rapat, mencoba peruntungan dengan menyusur Bira demi melihat matahari pagi. Malang bagi semua pengunjung di Bira, mendung pagi itu seakan tidak merestui matahari untuk menampakkan diri di batas cakrawalanya. Tak berselang lama, gerimis pun turun mewarnai ketenangan di pesisir pantai. Sebentar saja.
keterangan gambar:
Pemandangan yang tampak dari atas acara memanggang ikan. (Foto: Fadhli)
Jika kita jauh menyusuri pesisir pantai Bira, maka kita bisa menemukan beberapa pengunjung yang menikmati waktu luang mereka dengan “bakar-bakar ikan”. Lokasi yang teduh di bawah batu-batu karang di pinggir pantai menjadi tempat yang sangat tepat untuk berkumpul bersama teman-teman sembari memanggang ikan.
Sebenarnya, tidak hanya di lepas pantai saja para pengunjung bisa melakukan acara memanggang tersebut, namun di depan penginapan masing-masing pun tersedia halaman yang cukup buat ritual sederhana tersebut. Saya malah sering mendapati pengunjung lain beramai-ramai barbeque-an di depan maupun belakang pondoknya.
Rasanya tak mau ketinggalan ketika kami menyusuri pantai, mencari lokasi yang tepat untuk mengisi perut yang sudah kosong sejak pagi. Beberapa ekor ikan sudah siap untuk dipanggang ketika kami sudah menemukan lokasi di bawah batu karang. Ruangan kosong di bawahnya cukup nyaman untuk tempat bersantai sembari menatap pantai yang ada di hadapan mata. Putih. Hijau. Biru. Warna-warna itu secara berurutan menjadi pemandangan khas di Pantai Bira. Saya cukup menikmatinya. Bahkan dari atas karang itu, beberapa shoot landscape Bira yang indah bisa didapatkan. Akh, seandainya saya punya kamera, pasti sejak pagi saya sudah hunting gambar kesana kemari.
Bersantai bersama teman-teman di waktu seperti itu serasa mengembalikan memori masa kecil saya. Tidak ada yang berbeda, semuanya tampak tidak segan-segan untuk bertingkah bodoh seperti anak kecil. Tanpa malu, semuanya bisa tertawa lepas.
keterangan gambar:
Salah satu bentuk keusilan yang bisa terjadi di pantai. (Foto: Jane)
Tua-muda melepaskan momen-momen (tingkah) masa kecilnya. Tidak ada lagi batas-batas imej yang selalu mengungkung kebebasan berekspresi. Kapan lagi kita bisa mendapatkan waktu indah seperti ini kan? Sejenak segala masalah bisa terlupakan begitu saja. Semua berkumpul, semua berbagi, semua tertawa, layaknya sebuah keluarga.
Pasir putih yang lembut di pantai bisa pula menjadi alternatif “riang” menghabiskan waktu bersama teman-teman. Melalui tangan-tangan yang terampil, pasir-pasir itu bisa dibentuk sedemikian rupa. Sayang, saya termasuk orang yang tidak terampil membentuk pasir. Hahaha… Lha saya kan jarang bersentuhan langsung dengan pantai…
Belum puas rasanya saya bermain-main di tengah pasir. Putihnya Bira. Ya, saya memang tidak begitu sering mendapati pantai layaknya orang-orang pesisir lainnya. Oleh karena itu ketika mendapati suasana se-menyenangkan Bira, maka saya tidak membuang-buang kesempatan untuk bisa bersenang-senang. Alhasil, pakaian basah masih melekat di badan hingga bus yang mengantarkan kami meninggalkan Tanjung Bira. Toh, sampai di rumah, ya kering juga kok.
“Masih banyak alam-alam di Indonesia yang ternyata menyimpan sejuta pesona”
–Imam Rahmanto–
Mahasiswa Jurusan Matematika FMIPA UNM. Saya seorang yang suka menulis dan berharap jadi penulis. Cukup mahir dalam layouter, desain, (dan muter-muter tulisan). Kini aktif di Lembaga Pers Kampus LPPM Profesi UNM.
[Terima kasih atas kunjungan dan komentar Anda di Blog Kabupaten Bulukumba - http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
IKAN DUYUNG. Jumaning (60), membersihkan tubuh ikan duyung yang ditemuinya di tepi pantai saat mencuci bentang (tali rumput laut) di pesi...
-
Andi Sultan Daeng Radja bersama tujuh orang lainnya telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI (Sus...
-
BUNDARAN PHINISI. Kabupaten Bulukumba yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, terdiri atas 10 kecamatan dan 126 ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar