Kamis, 14 Oktober 2010

Badik Titipan Ayah


Salah satu adegan dalam Film Televisi ''Badik Titipan Ayah''. ‘Badik titipan ayah’ yang berkisah tentang perjuangan seorang pemuda bernama Aso dalam menyelesaikan konflik dalam keluarganya yang tentunya sangat kental akan nuansa bugis (inilah yang saya sebut jarang2 ada dalam film2 Indonesia sekarang).




---------------


Badik Titipan Ayah

(Silariang dan Penyelesaiannya dalam Adat Bugis)


Oleh: Nu Aqisuy

Kompasiana (www.kompasiana.com)
3 Oktober 2010

http://hiburan.kompasiana.com/film/2010/10/03/badik-titipan-ayah-silariang-dan-penyelesaiannya-dalam-adat-bugis-276830.html

Tadi malam nu nobar bersama ayah, kk ipar dan ponakan,ada kimcy juga (nonton ato tidur, entahlah). Sebuah film yang jarang2 diputar ditelevisi Indonesia.

‘badik titipan ayah’ yang berkisah tentang perjuangan seorang pemuda bernama Aso dalam menyelesaikan konflik dalam keluarganya yang tentunya sangat kental akan nuansa bugis (inilah yang saya sebut jarang2 ada dalam film2 Indonesia sekarang).

Bermula dari Tenri (adik Aso) yang ’silariang’ karena tak kunjung mendapat restu dari orang tuanya.

Mungkin saya perlu sedikit menjelaskan apa itu ’silariang’.

Setahu saya dalam adat bugis,’silariang’ berarti lari dari rumah ato kawin lari dengan pacar ato kekasih karena tak mendapat restu dari orang tua, tapi dalam adat bugis perbuatan tersebut sangat dikutuk bahkan pelaku ’silariang’ biasanya dibuang ato sudah tidak dianggap alias dicoret dari daftar keluarga bahkan ada kalanya si pelaku silariang itu dibunuh (ngerii).

Perbuatan ’silariang’ sangat appakasiri’ (memalukan) apalagi untuk suku bugis yang dikenal sangat menjunjung tinggi siri’.

Kembali ke film tadi,Aso yang tengah kuliah di Makassar dan sedang menyusun skripsi terpaksa pulang kampung setelah ditelpon oleh tetta (ayah) dan amma (ibu) memberitahukan perihal perbuatan Tenri. Pulang ke kampung, Aso diberikan sebuah badik pusaka keluarga oleh tattanya dan disuruh mencari adiknya. (wahh,pertanda bahaya ini soalnya setahu nu, dalam adat bugis itu ada sebuah kepercayaan jika dalam menyelesaikan suatu masalah sudah melibatkan badik maka pantang kalo gag ada yang berdarah, ”sekali badik tercabut,pantang kembali ke dalam sarungnya(tempatnya) jika tidak berdarah.”

Pada akhirnya, kisah ini berujung dengan kepergian tetta dan kembalinya Tenri bersama suami dan anaknya, walaupun pada awalnya hampir terjadi pertumpahan darah saat aso bertemu dengan tenri dan suaminya padahal saat itu jenazah tatta tengah disemayamkan dihadapan mereka berdua (sungguh akhir yang sangat menegangkan dan mengharu biru apalagi pada adegan saat amma (widyawati) meratap di atas jenazah tetta (aspar paturusi), nu beneran nangis liad adegan ini) kisah berakhir dengan perdamaian, tak ada pertumpahan darah,walaupun di endingnya terlihat pelayan setia tatta menusuk pahanya sendiri dengan badik tersebut kemudian memasukkanya kembali ke tempatnya.

Film yang mengambil lokasi di kota Makassar serta di Bira,Bulukumba dan dibintangi oleh Widyawati (amma), Aspar Paturusi (tetta), Reza Rahadian (aso) dan saya lupa nama pemain yg berperan sebagai tenri, pantas mendapat acungan jempol (bukan karena nu orang bugis lho, tapi emang filmnya bagus beneran) sarat akan adat istiadat yang dijunjung tinggi oleh orang bugis.

Ini tulisan nu yang pertama kalinya ngebahas soal film, moga ada manfaatnya tuk teman kompasioner yang lain, mohon kritik dan sarannya jikalau ada salah kata.

Salam.


[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]

Tidak ada komentar: