Jumat, 21 Agustus 2009

Penerapan Syari’at Islam Di Desa Padang Bulukumba Sulawesi Selatan (bagian 3-bersambung)

Penerapan Syari’at Islam Di Desa Padang Bulukumba Sulawesi Selatan (bagian 3-bersambung)

Oleh: Lukman Ma’sa




Substansi Perda Syari’at Islam di Bulukumba

Pembuatan perda-perda Syari’at Islam tingkat provinsi maupun kabupaten adalah salah satu sarana atau strategi yang sangat baik dalam penegakan Syari’at Islam di tengah-tengah masyarakat. Sebagaimana yang diterapkan di Desa Padang Kabupaten Bulukumba dengan 4 perda Syari’at Islam. Hal inilah yang akan dianalisa dengan melihat dari sisi kelebihan, pengaruh, kendala dan kelemahannya.

1. Analisis terhadap Perda No. 03 Th. 2002, Tentang Larangan, Pengawasan, Penertiban, dan Penjualan Minuman beralkohol

a. Kelebihan

Jika suatu perintah diwujudkan dalam sebuah peraturan yang sifatnya mengikat dan pelanggaran terhadapnya adalah suatu pelanggaran hukum, tentu hal ini akan memotivasi dan mendorong masyarakat untuk melaksanakannya.

Demikian halnya larangan mengkonsumsi minuman beralkohol dalam Islam yang telah diatur melalui perda dan telah diterapkan di Desa Padang. Tentunya memiliki kelebihan atau kemudahan dalam menerapkannya di Desa Padang, antara lain;

Pertama, Pemerintah Desa Padang punya otoritas untuk menerapkan peraturan ini di masyarakat.

Sudah dimaklumi bahwa ketika sebuah peraturan ditetapkan atau diberlakukan oleh pihak yang berwenang, maka peraturan tersebut akan mudah dilaksanakan dan akan sangat sedikit kemungkinan adanya penentangan atau penolakan dari masyarakat, ditambah lagi aturan tersebut legal baik menurut agama maupun hukum positif, serta memiliki landasan filosofis di tengah-tengah masyarakat.

Kedua, Pemerintah Desa Padang dapat menjatuhkan sanksi terhadap warga yang melakukan pelanggaran. Sudah diketahui bersama bahwa suatu peraturan yang tidak ada sanksinya tidak akan dapat berjalan dengan baik.

Maka dengan dijadikannya larangan peredaran dan penjualan minuman beralkohol ini sebagai hukum positif, memberikan sanksi kepada warga yang tidak mau mentaati larangan tersebut dapat dilakukan, tanpa takut akan adanya penentangan dan perlawanan dari masyarakat.

Sebab selain menjadi larangan dalam agama yang mesti ditaati oleh setiap muslim, larangan ini juga sudah menjadi larangan terhadap warga Desa Padang sebagai warga negara.

Seperti yang dikatakan oleh Andi Rukman bahwa sejak tahun 2005 telah diterapkan sanksi terhadap warga yang melanggar aturan ini, yaitu hukum cambuk sebanyak 40 kali bagi warga yang ketahuan mengkonsumsi minuman beralkohol.

Selama rentang waktu 2005 hingga sekarang (2006) sudah ada lima warga yang mendapat hukuman tersebut. Selain hukuman cambuk, mereka yang melakukan pelanggaran terhadap perda ini juga akan mendapatkan sanksi berupa sanksi moral. Sebab ketika ada warga yang dihukum, semua warga desa tahu.

Ketiga, Pemerintah Desa Padang dapat membuat aturan-aturan baru yang dapat mendukung dan memperkuat perda yang sudah ada. Kadang suatu peraturan daerah yang dibuat oleh Pemda kabupaten tidak secara detail menyebutkan teknis pelaksanaannya di suatu daerah (tingkat desa), maka diperlukan perangkat-perangkat aturan lainnya yang dapat mendukung terlaksananya perda tersebut dengan baik serta sesuai untuk dilaksanakan di daerah setempat.

Dalam hal ini Kepala Desa Padang, Andi Rukman, mengakui telah membuat aturan-aturan berupa peraturan desa (perdes) yang dapat mendukung penerapan perda ini di desanya.

Adapun peraturan desa yang dibuat berkenaan dengan perda larangan peredaran dan penjualan miras adalah perdes No. 05 Th. 2006 tentang pelaksanaan hukum cambuk. Dimana dalam perdes ini dimuat aturan yang mempertegas dan lebih merinci apa yang telah diatur dalam perda larangan peredaran dan penjualan minuman keras serta menetapkan sanksi terhadap pelanggaran perda tersebut.

b. Dampak/ Pengaruh

Sebagai sebuah peraturan, perda larangan peredaran dan penjualan minuman beralkohol, tentu saja akan menimbulkan pengaruh terhadap masyarakat tempat peraturan itu diberlakukan. Berdasarkan wawancara dengan beberapa warga Desa Padang, dapat diketahui bahwa perubahan atau pengaruh diterapkannya perda ini terhadap diri mereka, antara lain:

Pertama, Tidak ada lagi warga yang mabuk-mabukan di jalan-jalan. Sudah menjadi pemandangan yang lazim di Desa Padang sebelum diberlakukannya perda larangan peredaran dan penjualan minuman keras, banyak pemuda-pemuda desa yang nongkrong di jalan-jalan sambil mabuk-mabukan.

Tapi setelah perda tentang larangan peredaran, penertiban dan penjualan minuman beralkohol di Bulukumba diterapkan di Desa Padang, serta diberlakukannya hukum cambuk terhadap pelanggaran perda ini, maka tidak ditemukan lagi ada pemuda-pemuda desa yang nongkrong di jalan-jalan sambil mabuk-mabukan.

Bahkan menurut H. Andi Umar, jangankan di jalan-jalan, kios atau dirumah-rumah warga yang biasa dipakai untuk pesta minuman keras pun sudah tidak ada lagi.

Kedua, warga merasa aman dalam beraktivitas, hal ini hampir dirasakan oleh semua warga Desa Padang, dimana sebelumnya warga sangat merasa terganggu dengan ulah beberapa warga yang suka mabuk-mabukan baik di jalan-jalan maupun rumah dan warung-warung.

Hal ini diungkapkan oleh Lilis Henrika Utami, salah seorang pelajar di Desa Padang, demikian pula beberapa warga lainnya yang diwawancarai, bahwa sejak diberlakukannya perda minuman keras ini mereka sudah merasa aman dalam beraktivitas, tidak ada lagi gangguan dari preman-preman desa yang suka mabuk-mabukan.

Ketiga, berkurangnya warga, ataupun kios dan warung-warung yang menjual minuman keras. Jenis minuman keras yang banyak dijumpai di Desa Padang sebelum adanya perda yang melarang peredaran dan penjualan minuman keras adalah jenis tuak, hal ini disebabkan karena hampir semua warga yang memiliki pohon aren bisa membuatnya, dan harganya pun relatif lebih murah dibandingkan minuman keras lainnya.

Namun setelah diberlakukannya perda miras, dan gencarnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah Desa Padang serta adanya hukuman yang tegas terhadap warga yang melanggar menjadikan Desa Padang bebas dari minuman keras, setidaknya demikianlah asumsi yang diungkapkan kepala Desa Padang, Andi Rukman. Bahwa kalaupun ada warga yang menjual minuman keras, itu sangat sedikit dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Keempat, tingkat kriminalitas menurun drastis hingga 99%. Dampak positif yang paling dirasakan warga Desa Padang dengan diterapkannya perda-perda Syari’at Islam di Desa Padang adalah menurunnya tingkat kriminalitas.

Dimana sebelumnya warga desa sangat merasa tidak nyaman dengan maraknya kejahatan di Desa Padang seperti pencurian, penganiayaan, perkelahian dan tindak kriminal lainnya. Bahkan menurut H. Abdul Malik, bahwa bukan hanya warga Desa Padang yang merasa aman dengan semakin terciptanya ketentraman dan keamanan di Desa Padang, tetapi desa tetangga pun merasa aman, karena sebelumnya Desa Padang dikenal dengan banyak pencuri.

c. Kendala dan Kelemahan

Kendala dan kelemahan akan senantiasa menyertai penerapan suatu aturan yang ingin diberlakukan di suatu masyarakat tertentu. Demikian halnya pemberlakuan perda tentang larangan peredaran dan penjualan minuman keras di Desa Padang kabupaten Bulukumba. Bahwa dalam pelaksanaan perda di tengah-tengah masyarakat Desa Padang, mengalami beberapa kendala ataupun kelemahan.

Seperti yang diungkapkan Kepala Desa Padang Andi Rukman, bahwa penegakan perda minuman keras ini menghadapi beberapa kendala dan kelemahan, diataranya adalah;

Pertama, Pemahaman masyarakat tentang keharaman dan bahaya minuman beralkohol masih sangat minim.

Diakui oleh kepala Desa Padang, tokoh-tokoh agama serta tokoh masyarakat Desa Padang, bahwa yang menjadi kendala utama warga Desa Padang dalam melaksanakan perda minuman keras ini, adalah minimnya pengetahuan mereka akan keharaman dan bahaya minuman beralkohol. Bahkan ada sebagian warga yang menjadikannya sebagai mata pencaharian, dengan memproduksi tuak dari nira aren.

Kedua, Sanksi yang diberlakukan belum sepenuhnya hukum Islam. Walaupun pemerintah Desa Padang telah membuat peraturan desa (perdes) yang mengatur tentang sanksi terhadap pelanggaran perda minuman keras ini, tetapi sanksi tersebut belum sepenuhnya sesuai hukum hudud dalam Syari’at Islam, sebab warga yang melakukan pelanggaran terhadap perda, boleh memilih hukuman yang diterimanya antara hukuman cambuk (Hukum hudud) atau dilimpahkan kepada kepolisian yang kemudian diproses sesuai hukum KUHP (Hukum Positif).

Ketiga, Penjualan miras secara sembunyi-sembunyi atau pembelian miras diluar Desa Padang. Ini juga menjadi kendala pemerintah Desa Padang dalam memberantas minuman keras di Desa Padang, bahwa ada penjualan miras yang dilakukan warga secara sembunyi-sembunyi atau ada warga yang membeli minuman terlarang tersebut di luar Desa Padang kemudian membawanya ke Desa Padang.


Keterangan:
- Artikel / tulisan ini sebenarnya merupakan skripsi saudara Lukman (Lukman Bin Ma’sa) dengan judul : ”Penerapan Syari’at Islam Melalui Peraturan Daerah” (Studi Kasus Desa Padang Kec. Gantarang Kab Bulukumba Sulawesi Selatan), pada 11 April 2007.
- Skripsi setebal 142 halaman ini diajukan oleh Lukman (Lukman Bin Ma’sa) kepada Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah (STID) Mohammad Natsir, Jakarta, untuk memenuhi sebagian syarat mencapai gelar sarjana Ilmu Da’wah.
- Skripsi aslinya sudah saya baca melalui www.scribd.com.
- Artikel ini telah dimuat di beberapa website dan blog dunia maya, antara lain www.jurnalstidnatsir.co.cc, yang saya rekam pada Hari Sabtu, 22 Agustus 2009. Selanjutnya artikel ini saya muat secara bersambung di http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/. Terima kasih atas pengertian dan kerjasamanya. (Wassalam: Asnawin)

Tidak ada komentar: