Kota ini berusaha memunculkan kesan unik dari khasanah pesisir dengan mengusung tema sebagai Butta Panrita Lopi (kampung para pengrajin perahu). Dengan tema seperti itu, seolah pemerintah kabupaten Bulukumba menawarkan sesuatu yang berbeda dengan harapan citra yang diusung dapat melekat pada nama Bulukumba sehingga secara langsung maupun tidak langsung identitas tersebut mampu mengubah dan mempengaruhi persepsi orang-orang ketika mendengar nama Bulukumba disebut.
---------------
Butta Panrita Lopi, Tantangan Mengejar Identitas
Oleh Rika Dwi Kurniasih
(Mahasiswi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Makassar)
Harian TRIBUN TIMUR, Makassar
Sabtu, 15 Mei 2010
http://www.tribun-timur.com/read/artikel/103826/sitemap.html
Di era kota dunia yang sangat kompetitif, seluruh kota berupaya menjelaskan eksistensinya serta membuktikan bahwa kota tersebut memiliki identitas dengan cara menonjolkan potensinya; mengangkat popularitasnya ke permukaan; dan menggaungkan nama besarnya hingga ke seantero dunia.
Karakter kota metropolitan dengan arsitektur kota futuristik telah banyak membuat kota-kota di dunia berhasil membuktikan kebesaran namanya dan mendongkrak popularitasnya sebagai branded city.
Tidak hanya itu, berkiblat pada kota-kota yang telah sukses melakukan city branding seperti New York, Paris, Sidney, dan Hongkong yang dengan kemampuannya menjual sejarah, quality of place, gaya hidup, kebudayaan, diversitas, dan kerja sama yang baik antara penduduk kota dan pemerintahnya dalam membangun dan menjaga infrastruktur kotanya, tentu saja Indonesia dengan beribu potensi yang dimilikinya seharusnya juga mampu menyejajarkan namanya dengan kota-kota bermerek tersebut.
Indonesia sebagai negara kepulauan memungkinkan bagi banyak wilayahnya untuk memanfaatkan laut dan pesisir dengan segala potensinya. Kondisi geografis inilah yang menjadi identitas tersendiri bagi Indonesia yang mampu membedakannya dengan negara-negara lain.
Yang menjadi pertanyaan adalah mampukah Indonesia memanfaatkan anugerah ini seoptimal mungkin untuk kemudian dijadikan sebagai alat pendongkrak brand Positif? Melihat Indonesia saat ini tengah dilanda krisis image karena kondisi politik dan ekonominya yang payah serta pertahanan keamanan yang melemah.
Kota-kota/wilayah pesisir Indonesia sejauh ini identik dengan aktivitas nelayan dan pariwisata, kondisi ini hampir seragam di seluruh wilayah pesisir Indonesia. Ditilik dari upaya branding city, kota-kota pesisir Indonesia dituntut mampu memunculkan kesan spesifik dan keunikan tersendiri yang bernilai jual tinggi agar mampu menarik minat para investor, wisatawan, dan terutama kelas-kelas kreatif yang diyakini mampu mengakselerasi tercapainya city branding.
Yang dimaksud dengan kelas kreatif itu sendiri adalah orang-orang yang berkecimpung di dunia sains, engineering, arsitektur, pendidikan, seni, musik, dan hiburan, yang secara ekonomi berfungsi menciptakan ide-ide baru, teknologi baru, dan hal-hal kreatif lainnya (Richard Florida, The Rise of Creative Class, 2000).
Dalam konteks kota-kota di Sulawesi Selatan, masyarakat mengenal beberapa kota yang memperlihatkan adanya upaya penyematan brand yang cukup unik dan berbeda oleh pemerintah setempat seperti; Soppeng Kota Kelelawar, Sengkang Kota Sutera, dan Bulukumba Kota Phinisi. Kota terakhir adalah kota pesisir yang terletak di ujung selatan Propinsi Sulawesi Selatan: Bulukumba, dengan perahu tradisional phinisi sebagai brand-nya.
Kota ini berusaha memunculkan kesan unik dari khasanah pesisir dengan mengusung tema sebagai Butta Panrita Lopi (kampung para pengrajin perahu). Dengan tema seperti itu, seolah pemerintah kabupaten Bulukumba menawarkan sesuatu yang berbeda dengan harapan citra yang diusung dapat melekat pada nama Bulukumba sehingga secara langsung maupun tidak langsung identitas tersebut mampu mengubah dan mempengaruhi persepsi orang-orang ketika mendengar nama Bulukumba disebut.
Aset Daerah
Kenapa harus kawasan pengrajin perahu tradisonal phinisi? Sampai pada langkah ini, jelas terlihat bahwa pemerintah Kabupaten Bulukumba telah sadar dan paham betul akan keunikan yang dimiliki wilayahnya. Perahu tradisional phinisi dinilai sebagai aset daerah yang cukup sempurna untuk dijadikan logo dan slogan daerah untuk mengorbitkan nama Bulukumba dalam kancah regional, nasional, dan bahkan internasional.
Kawasan pembuatan perahu tradisional ini berpusat di Kelurahan Tana Beru, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba. Kawasan ini pun telah dijadikan sebagai salah satu objek wisata budaya bahari oleh pemerintah setempat, di mana para warga negara asing yang datang diharapkan tidak hanya melakukan transaksi ekonomi atau pemesanan perahu, tetapi juga menikmati kebudayaan yang ada pada proses pembuatan perahu yang sarat akan nilai historis dan adat-istiadat.
Pada hakikatnya, kedua hal ini seperti dua kutub positif dan negatif yang saling tarik menarik satu sama lain dalam konotasi ekonomi-kebudayaan adalah dua hal yang dipandang saling mempengaruhi dan membutuhkan, dan bahkan kolaborasi keduanya mampu menjadi kekuatan internal terhadap upaya branding Bulukumba.
Tidak hanya itu, usaha yang dilakukan juga telah sampai pada upaya memperjuangkan Moral & Economic Right untuk perahu phinisi di mana pemerintah kabupaten telah mendaftarkan phinisi sebagai hak desain industri Kabupaten Bulukumba. Dalam konsepsi Yusuf Haseng dalam tulisannya mengutarakan bahwa hak moral dan ekonomi phinisi sangat krusial bagi kemajuan perekonomian Bulukumba khususnya bagi kegiatan ekspor.
Nama phinisi dianalogikan dengan beberapa merek-merek dagang terkenal seperti Mc Donald, KFC, Texas, Tequila, Campagne, dll, dari negara-negara yang sangatlah memproteksi hukum hak intelektual produk mereka (Moral Right and Economic Right, Perahu Phinisi, 2009).
Identitas Kota
Akan tetapi, sebagaimana diketahui bahwa manajemen brand tidak hanya terdiri dari upaya melampirkan logo, slogan, ataupun label baru terhadap suatu tempat, melainkan suatu upaya holistik yang melibatkan dan membutuhkan berbagai elemen penting, serta konsolidasi karakteristik yang cukup esensial terhadap identitas kota menuju terciptanya brand core.
Ditambah lagi bahwa urusan branding bukan hanya tentang pariwisata, lebih dari sekedar urusan menarik wisatawan. Seperti yang dikatakan oleh Jeremy Tamanini, seorang country brand consultant di Washington DC, dalam kasus Afrika yang membutuhkan lebih dari sekedar upaya menarik turis dan mulai menyampaikan cerita yang lebih jauh tentang diversitas lansekap ekonomi kesempatan kerja pada kontinen ini.
Dengan menargetkan investasi asing melalui cara yang tak terduga serta mengundang para kelas kreatif seperti engineer dan ilmuwan dari seluruh dunia untuk membahas isu tentang bagaimana membuat Afrika menjadi lebih hijau.
Harapan yang sama juga ditujukan pada konteks branding Bulukumba atas kawasan pengrajin perahu tradisional Phinisi. Diharapkan bukan saja turis yang datang, tetapi juga para engineer dan ilmuwan yang dapat melakukan penelitian dan riset terhadap khazanah budaya serta keunikan desain dan teknologi perahu phinisi, keunikan desain dan teknologi perahu ini sudah terkenal hingga ke mancanegara seperti Jerman, Australia, Amerika, Belanda, Inggris, Swiss, Perancis, Jepang, Korea, Malaysia, dll.
Keunikan inilah yang dapat dijadikan potensi untuk dapat meningkatkan image tidak hanya sebagai tempat yang dikenal sebagai kampung pembuat perahu phinisi tapi juga merupakan tempat orang melakukan riset atau penelitian mengenai ragam kebaharian masyarakat Bugis-Makassar.
Sejarah perkembangan maupun desain serta teknologinya, peningkatan branding yang dulunya hanya dikenal sebagai kampung pembuat perahu phinisi menjadi kawasan dengan fungsi edukasi dan sejarah dapat mendorong perkembangan kawasan, karena semakin banyak orang yang akan datang yang tidak hanya untuk memesan perahu phinisi tetapi juga orang-orang yang ingin mengenal dan melakukan riset terhadap keunikan budaya dan teknologi pembuatan perahu phinisi.
Peningkatan image branding akan meningkatkan arus kunjungan ke kawasan pengrajin perahu yang juga mendorong peningkatan infrastruktur dan fasilitas lainnya. Karena kepentingan orang yang datang ke kawasan pengrajin perahu tidak lagi untuk memesan perahu saja, beraneka-ragamnya kepentingan orang untuk datang ke kawasan ini akan membuat semakin beragam juga infrastruktur dan sarana yang akan dibangun untuk mendukung seluruh kegiatan yang ada di kawasan tersebut.
Pada akhirnya, diharapkan pemerintah setempat menggunakan brand yang telah diciptakan ini menjadi suatu batu loncatan untuk menarik kelas kreatif dalam rangka memberikan sumbangsih positif bagi kemajuan Kota Bulukumba, bukan hanya di sektor pariwisata, tetapi juga di sektor lain seperti industri, pendidikan, dan lainnya.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bulukumba, A Bahagia Amin, juga berharap bahwa objek wisata ini bisa tetap eksis dan diminati sebagai objek wisata budaya dan menjadi andalan di Bulukumba, Sulsel, bahkan Nusantara, sehingga dapat meningkatkan perekonomian daerah khususnya bagi masyarakat Bontobahari itu sendiri. Sebagaimana yang dipahami bahwa city branding merupakan salah satu bentuk soft power untuk mengakselerasi pencapaian kemajuan wilayah.***
[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]
2 komentar:
iseng2 cari tulisan sendiri di google...eh ada di sini jg...hehe
trimakasih sdh bantu share
tp sprtinya sy komentator prtama..hehehehe
sy kira banyakmi yg baca dan juga mungkin tdk sedikit yg kutipki, tp mereka malas atau malu minta izin sama kita....biarkanmi.... ikhlas saja berbuat, supaya amalnya mengalir....berkaryamaki terus ah.....
Posting Komentar