Bulukumba Bukan Lagi Kota Religius
Oleh Asnawin
Masyarakat Kabupaten Bulukumba sebenarnya tergolong masyarakat agamis dan Bulukumba identik dengan kota religius. Banyak masjid yang ada di kota tersebut. Juga tidak sedikit jumlah pesantren dan sekolah agama di Bulukumba.
Pemerintah Bulukumba juga membuat beberapa Peraturan Daerah (Perda) yang bernuansa Islam dan mendapat dukungan luas dari masyarakat. Para pelajar dan remaja banyak yang aktif menjadi anggota remaja masjid. Ibu-ibu pun banyak yang membentuk dan atau aktif dalam majelis taklim.
Bulukumba bahkan sempat menjadi bahan pembicaraan secara nasional setelah ditetapkannya Peraturan Daerah (Perda) yang bernuansa syariat Islam di era pemerintahan Bupati Andi Patabai Pabokori (1995-2005).
Tak heran kalau kemudian banyak orang atau pihak yang sengaja datang khusus ke Bulukumba untuk sekadar melihat dari dekat pelaksanaan Perda bernuansa syariat Islam, untuk penelitian, untuk studi banding, atau untuk membuat film yang berkaitan dengan penerapan syariat agama Islam.
Orang asal Bulukumba yang tersebar di berbagai penjuru Tanah Air dan di mancanegara pun begitu senang dan bangga dengan kondisi daerah kelahiran atau tanah leluhurnya yang disebut-sebut sebagai kota religius.
Crash Program Keagamaan
Ketika Andi Patabai Pabokori menjadi bupati di Bulukumba (1995-2005), ada beberapa Perda bernuansa syariat Islam yang ditelurkan. Hasilnya, masjid-masjid kian hidup oleh ramainya jamaah, beberapa fasilitas perkantoran serta sekolah lebih bernuansa Islami karena dilengkapi dengan kaligrafi al-Qur’an, serta siswa-siswi beserta guru-guru yang beragama Islam memakai busana muslim dan muslimah.
Bahkan menurut penelitian, sebelum memberlakukan empat perda tersebut, 30 persen penduduk Bulukumba buta aksara al-Qur’an, angka kriminalitas, kenakalan remaja dan penyimpangan sosial pun sangat tinggi.
Namun setelah mencanangkan diri sebagai kabupaten yang menerapkan Syari’at Islam, angka 30 persen tersebut dapat didongkrak menjadi 100 persen bisa baca al-Qur’an, tingkat kriminalitas menurun hingga 80 persen.
Bupati Bulukumba dalam mensosialisasikan Syari’at Islam di daerahnya memprioritaskan pada enam segmen keagamaan yang terbingkai dalam “Crash Program Keagamaan”, yaitu: (1) Pembinaan dan Pengembangan Pemuda Remaja Masjid, (2) Pembinaan dan Pengembangan Taman Kanak-Kanak al-Qur’an, (3) Pembinaan dan Pengembangan Majelis Taklim, (4) Pembinaan dan Pengembangan Perpustakaan Masjid, (5) Pembinaan dan Pengembangan Hifz al-Qur’ân, (6) Pembinaan dan Pengembangan Seni Berbusana Islami.
Selain itu, yang juga menjadi perhatian bupati adalah pembentukan desa percontohan muslim. Melalui desa percontohan ini diharapkan bisa menjadi pelopor pemberlakuan Syari’at Islam dalam sikap-perilaku sehari-hari, dan jadi desa pelopor zakat.
Setidaknya hingga Maret 2005 sudah terbentuk 12 desa percontohan muslim, salah satunya adalah Desa Padang, yang diresmikan sendiri oleh Bupati Bulukumba, Andi Patabai Pabokori pada tanggal 11 Agustus 2004.
Masuknya Islam
Dari berbagai literatur diketahui bahwa orang Bulukumba memang termasuk cepat menerima hadirnya agama Islam. Agama Islam dibawa ke Bulukumba pada sekitar abad ke-17 oleh seorang lelaki bernama Abdul Djawad.
Abdul Djawad yang bergelar Al Maulana Khatib Bungsu (versi lain menyebut nama aslinya adalah Nurdin Ariyani) datang ke Sulawesi Selatan bersama dua orang sahabatnya yaitu: Khatib Makmur yang lebih dikenal dengan nama Dato ri Bandang (menyebarkan agama Islam di Makassar dan sekitarnya), dan Khatib Sulaiman yang lebih dikenal dengan Dato Patimang (menyebarkan agama Islam di Luwu dan sekitarnya).
Mereka bertiga adalah murid atau santri dari Pesantren Sunan Giri. Sunan Giri adalah nama salah seorang walisongo (wali sembilan yang merupakan penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-17) dan pendiri kerajaan Guru Kedaton, yang berkedudukan di daerah Gresik, Jawa Timur. Ia lahir di Blambangan tahun 1442. Sunan Giri memiliki beberapa nama panggilan, yaitu Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden 'Ainul Yaqin, dan Joko Samudra. Ia dimakamkan di Desa Giri, Kebomas, Gresik.
Pada tahun 1600-an Masehi, Abdul Jawad menyiarkan agama Islam di Tiro (Bulukumba) dan sekitarnya. Beliau mengajarkan ajaran agama Islam yang berintikan tasawwuf, menumbuhkan kesadaran religius bagi penganutnya dan menggerakkan sikap keyakinan mereka untuk berlaku dzuhud, suci lahir batin, serta selamat dunia dan akhirat, dalam kerangka tauhid "appasewang" (meng-Esa-kan Allah SWT).
Adapun raja yang pertama diislamkan dalam kerajaan Tiro adalah Launru Daeng Biasa yang bergelar Karaeng Ambibia. Launru Daeng Biasa adalah cucu keempat dari Karaeng Samparaja Daeng Malaja yang bergelar Karaeng Sapo Batu yang merupakan raja pertama di Tiro.
Sejak itulah, agama Islam kemudian berkembang dengan baik di Bulukumba yang ditandai dengan banyaknya pesantren dan masjid yang dibangun di daerah tersebut.
Sayangnya, beberapa tahun belakangan ini suasana religius di Bulukumba sudah mulai tidak terasa. Sebaliknya, Bulukumba kini identik dengan kota-kota besar yang masyarakatnya sudah banyak mengadopsi budaya luar.
Budaya luar tersebut antara lain maraknya tempat hiburan malam terutama kafe, festival band, serta pesta petasan dan kembang api.
Sebagian warga Bulukumba banyak menghabiskan waktu untuk acara-acara santai dan hiburan pada malam hari, ngobrol tidak karuan di warung kopi, berinternet ria berjam-jam di warkop atau di warnet, serta berbagai macam kegiatan lainnya yang kurang bermanfaat.
Pemerintah pun terkesan membiarkan atau bahkan sengaja menyuburkan suasana seperti itu, sehingga sebagian warga Bulukumba menjadi akrab dengan kehidupan malam dan kegiatan-kegiatan yang kurang bermanfaat.
LSM atau kelompok-kelompok Islam yang sering mengadakan razia atau protes, juga hampir tidak pernah melakukan aksi atau upaya untuk mencegah atau membubarkan pesta petasan dan kembang api di pusat kota Bulukumba.
Akibatnya, jumlah jamaah di masjid-masjid pun terus-menerus mengalami penurunan. Para pelajar dan remaja juga sudah jarang ke masjid dan hampir tidak ada lagi kegiatan antar-remaja masjid. Majelis taklim pun tampaknya banyak yang mati suri.
Alhasil, Bulukumba kini tidak lagi identik dengan kota religius. Ya, Bulukumba kini boleh dikatakan bukan lagi kota religius. Sebagian besar warga kota Bulukumba yang beragama Islam kini tidak lagi rajin salat berjamaah di masjid, apalagi pada waktu salat subuh.
Sulit membayangkan kalau bupati dan para pejabatnya juga bukan orang yang selalu merindukan masjid. Bukan ahli ibadah. Mungkin masjid-masjid akan semakin sepi dari jamaah dan pengajian-pengajian. Akhirnya, mungkin tidak butuh waktu yang lama untuk melihat kehancuran moral generasi muda Bulukumba.
Bulukumba, 10 September 2010
Referensi :
-- Aminuddin, Asnawin, Mengenal Kabupaten Bulukumba (4-bersambung): "Mali’ Siparappe, Tallang Sipahua", http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/, 18 Agustus 2009
-- Djumbia, Amir, Menelusuri Awal Masuknya Islam di Sulawesi Selatan, Tribun Timur (www.tribun-timur.com), Makassar, 14 September 2007.
-- Ma’sa, Lukman, Penerapan Syari’at Islam Melalui Peraturan Daerah (Studi Kasus Desa Padang Kec. Gantarang Kab Bulukumba Sulawesi Selatan, Skripsi Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah (STID) Mohammad Natsir, Jakarta, 2007
-- Nizhamul, Hifni H, Tiga Orang Datuk Asal Minangkabau Penyebar Islam di Tanah Bugis, http://blogminangkabau.wordpress.com/, 18 Desember 2008.
-- www.bulukumbakab.go.id
-- www.wikipedia.org
-- www.indonesia.go.id
-- www.depdagri.go.id
[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
IKAN DUYUNG. Jumaning (60), membersihkan tubuh ikan duyung yang ditemuinya di tepi pantai saat mencuci bentang (tali rumput laut) di pesi...
-
Andi Sultan Daeng Radja bersama tujuh orang lainnya telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI (Sus...
-
BUNDARAN PHINISI. Kabupaten Bulukumba yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, terdiri atas 10 kecamatan dan 126 ...
2 komentar:
Izin share ya,,,mau kami tempel di majalah dinding Mesjid Raya Bulukumba.
Iye', silakan, yg penting untuk kebaikan ji, syukran....
Posting Komentar