Saling Menyalahkan Soal Asimilasi Muttamar
Harian Fajar
SELASA, 21 SEPTEMBER 2010
http://lokalnews.fajar.co.id/read/105331/123/saling-menyalahkan-soal-asimilasi-muttamar-
BULUKUMBA -- Surat DPRD Bulukumba tentang permohonan asimilasi (mempihakketigakan) terpidana Andi Muttamar Mattotorang bernomor 318/DPRD-BK/VII/2010 tertanggal 16 Juli 2010, memicu saling tuding antara Wakil Ketua II DPRD Husbiannas Alzi dengan Sekwan DPRD Bulukumba Andi Cawa Miri.
Husbiannas Alzi mengaku menandatangani surat yang mengatasnamakan DPRD untuk Kepala Lapas Taccorong Bulukumba itu. Dia menandatangani surat itu dengan alasan solidaritas. Dia mengaku hingga Senin 20 September, belum sekalipun melihat SK Gubernur Nomor 1337/VIII/2010 tentang pemberhentian Muttamar.
Tapi, Husbiannas membantah surat itu hanya melibatkan dirinya. Dia hanya bertanda tangan. "Saya tidak pernah menyuruh atau meminta membuat surat itu. Saya hanya teken karena solidaritas antarmanusia saja," tambahnya.
Setelah ditelusuri di setwan DPRD, nomor surat tersebut tidak teregistrasi. Bahkan Pelaksana tugas (Plt) Ketua DPRD yang juga wakil ketua I DPRD Bululumba, Edi Manaf sudah memastikan bahwa surat tersebut tidak melalui sekretariat dewan. Surat tersebut tanpa paraf Sekwan Bulukumba Andi Cawa Miri.
Tapi Andi Cawa Miri memilih bungkam. Dia menolak mengomentari surat "siluman" tersebut. "Saya pikir kalau teman-teman wartawan memiliki bukti suratnya pasti bisa mengetahuinya, disana tidak ada paraf saya," kelitnya singkat.
Sekretaris DPD II Partai Golkar, Hamzah Pangki menolak berkomentar kembalinya Muttamar ke DPRD. Dia menyatakan hal tersebut dikembalikan kepada mekanisme partai. "Jangan tanyakan saya tentang itu, saya tidak mau komentar," katanya.
Informasi yang dihimpun Fajar, status anggota dewan Andi Muttamar setekah divonis oleh MAhkamah Agung sudah gugur. Karena dia sudah pernah dihukum dengan ancaman di atas lima tahun. Saat berkasus, Muttamar dijerat pasal 3 UU Tipikor, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama dua puluh tahun. Salah satu syarat anggota DPRD dalam UU Nomor 10 UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, menyebutkan tidak boleh dihukum penjara dengan ancaman di atas lima tahun.
Karena status anggota DPRD sudah gugur, gugatan Muttamar terhadap SK pemberhentian dengan tidak hormat selaku anggota dan ketua DPRD Bulukumba di PTUN, dinilai tidak substansial. Soalnya, Muttamar hanya menggugat mekanisme pemberhentiannya sebagai Ketua DPRD, bukan sebagai anggota dewan.
Kepala Biro Hukum Setprov Sulsel, Simon Lopang, menjelaskan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) beberapa waktu lalu, menetapkan putusan sela PTUN yang menangguhkan SK Gubernur Sulsel terakait pemberhentian sebagai ketua.
Pemprov Sulsel bersiap menghadapi sidang lanjutan di PTUN Makassar, 22 September. Materi sidangnya penyampaian jawaban gubernur atas keberatan penggugat. Persidangan lanjutan ini sudah masuk pada substansi perkara.
Simon mengaku sudah memasukkan pertimbangan kepada gubernur terkait putusan sela PTUN yang menangguhkan SK gubernur. Hanya saja, sampai saat ini Simon yang juga bertindak sebagai kuasa hukum gubernur belum mendapat arahan atau pertimbangan dari gubernur.
Pemprov Sulsel juga kini masih melakukan kajian untuk menghadapi sidang lanjutan PTUN. "Kami juga menunggu pertimbangan dari gubernur. Mudah-mudahan bisa secepatnya diperoleh," harap Simon. (arm-rif)
[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
IKAN DUYUNG. Jumaning (60), membersihkan tubuh ikan duyung yang ditemuinya di tepi pantai saat mencuci bentang (tali rumput laut) di pesi...
-
Andi Sultan Daeng Radja bersama tujuh orang lainnya telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI (Sus...
-
BUNDARAN PHINISI. Kabupaten Bulukumba yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, terdiri atas 10 kecamatan dan 126 ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar