BUTUH BANTUAN. Mariani hanya bisa meratapi nasib anaknya, Rifaldi yang sedang berjuang melawan penyakit. Berawal dari benjolan kecil saat masih berusia dua bulan, Rifaldi kini mengalami pembesaran ukuran kepala yang tidak biasa. Ia kini sedang melawan sakit. Padahal, pada usianya kini, seharusnya ia bisa bermain dengan ceria.
--------------------------------------------
Menjenguk Rifaldi, Balita Penderita Hydrocephalus (1)
Biaya Operasi Mahal, Orang Tua Pasrah
Harian Fajar, Makassar
Sabtu, 27 November 2010
http://news.fajar.co.id/read/110650/127/menjenguk-rifaldi-balita-penderita-hydrocephalus-1
MARIANI tidak pernah menyangka putra kelimanya, Rifaldi yang lahir normal akan menderita penyakit hydrocephalus. Bocah malang berusia 15 bulan itu terbaring lesu di kamar berukuran 3x4 meter. Buah hati pasangan Amran dan Mariani itu bernama Rifaldi. Ia lahir 27 Juli 2009.
Berawal dari benjolan kecil saat masih berusia dua bulan, Rifaldi kini mengalami pembesaran ukuran kepala yang tidak biasa. Ia kini sedang melawan sakit. Padahal, pada usianya kini, seharusnya ia bisa bermain dengan ceria.
Tapi itu sulit dia lakukan. Karena dia harus menanggung beban penderitaan akibat kelainan pada kepalanya. Bersama orang tua dan empat kakaknya, dia terpaksa menjalani hidup dengan kondisi kepalanya yang terus membesar.
Keluarga miskin ini hidup di sebuah kampung yang jauh dari keramaian. Untuk mencapai kampung ini dibutuhkan waktu sejam melewati jalan yang rusak dan berbatu. Penduduk yang ada di kampung ini pun sudah banyak yang tahu bahwa ada anak malang di kampung ini. Sebuah puskesdes yang berada sekira satu kilometer dari rumahnya juga tidak bisa berbuat banyak karena keterbatasan fasilitas.
Kondisi Rifaldi saat ini sangat memprihatinkan. Matanya tertutup tetapi bukan berarti dia sedang tidur. Ukuran kepalanya yang mengalami pembesaran tiga kali lipat dari ukuran badannya membuat kelopak matanya terdorong. Ini membuat bocah ini sulit untuk membuka matanya dengan normal. Dia juga kesulitan bergerak karena berat badannya tidak mampu mengimbangi berat kepalanya.
Dia mengalami kelainan produksi cairan yang berlebih pada kepalanya. Ini bisa dibuktikan dengan kondisi kepalanya yang tidak mengeras. Justru kepalanya lembek dan terasa seperti bahan karet yang terisi jika disentuh. Tanda-tanda kelainan ini sebenarnya sudah ada saat Rifaldi masih berusia dua bulan. Saat itu benjolan kecil sudah mulai muncul pada bagian jidatnya. Tetapi orang tua Rifaldi hanya menganggap biasa.
Kelainan ini baru diperiksakan ke dokter dua bulan kemudian atau saat Rifaldi berusia empat bulan. Orang tua Rifaldi mulai panik karena benjolan kecil itu semakin membesar sehingga dia memutuskan membawa anaknya ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sulthan Daeng Radja Bulukumba. Saat itu dokter memvonis dia menderita kelainan cairan pada otak atau disebut dengan istilah hydrocephalus.
Hanya saja, saat itu dokter di rumah sakit tersebut mengaku tidak sanggup dengan alasan anak ini perlu penanganan khusus. Orang tua Rifaldi disarankan untuk merujuk anak ini ke Makassar untuk mengikuti operasi pengangkaran cairan yang berlebih tersebut. Namun karena keterbatasan biaya, orang tua Rifaldi mengurungkan niatnya dan memilih membawa anaknya pulang ke rumahnya.
Dia kemudian mencoba menggunakan pengobatan alternatif dengan pengobatan tradisional atau dengan memanggil dukun. Tetapi upaya ini juga tidak berhasil sehingga saat ini orang tua Rifaldi memilih pasrah sambil menunggu ada orang yang mau mengulurkan tangannya untuk membantu biaya operasi anaknya. Sebenarnya tidak terlalu besar biaya yang dibutuhkan untuk operasi. Ibu Rifaldi hanya diminta menyiapkan Rp 5 juta tetapi bagi keluarga miskin yang hanya berprofesi sebagai petani biasa ini jumlah tersebut sangat besar dan sulit dia dapatkan.
"Saat itu saya cuma punya uang tiga juta saja. Itu pun saya sudah berusaha cari di sana-sini untuk mengumpulkan uang. Tapi saya diminta siapkan lima juta ditambah dengan biaya ambulans sekira Rp 900 ribu. Saya tidak sanggup," ucap dia sambil mengelus kepala putranya saat di temui di rumahnya di Dusun Pattalassang, Desa Orogading, Kecamatan Kindang, sekira 35 kilometer dari pusat Kota Bulukumba, Selasa, 23 November.
Orang tua Rifaldi hanya bisa menengadahkan tangannya meminta uluran tangan pemerintah atau pihak lain yang mau membantunya. Saat ini Mariani mengaku tidak bisa berbuat apa-apa dengan keterbatasan keuangan keluarganya.
Bahkan Mariani makin bingung karena kondisi anaknya yang makin lemah. Badannya juga semakin kecil sementara kepalanya makin membesar. Sehari-hari dia juga tidak pernah membelikan obat anaknya karena tidak punya biaya. Dia hanya bisa menyuguhkan bubur setiap kali anaknya menangis pertanda lapar. Rifaldi juga sudah berhenti menyusui sejak tiga bulan lalu. Mariani pun setiap malam disibukkan untuk mengurusi anaknya yang selalu meringis kesakitan.
Kepala Desa Orogading, Lukman mengatakan, dirinya sangat prihatin dengan kondisi yang dialami warganya. Tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena untuk berobat butuh biaya besar karena harus dirujuk ke Makassar. Dia pun berharap nanti ada bantuan dari pemerintah kabupaten kepada anak malang ini. Dia pun berencana menyampaikan kondisi warganya ini kepada Pemkab Bulukumba.
"Selama ini saya baru mengajak dia ke Rumah Sakit Bulukumba. Saya belum pernah mencoba mencari donatur lain untuk membatu dia,” katanya. (bersambung)
Berawal dari benjolan kecil saat masih berusia dua bulan, Rifaldi kini mengalami pembesaran ukuran kepala yang tidak biasa. Ia kini sedang melawan sakit. Padahal, pada usianya kini, seharusnya ia bisa bermain dengan ceria.
Tapi itu sulit dia lakukan. Karena dia harus menanggung beban penderitaan akibat kelainan pada kepalanya. Bersama orang tua dan empat kakaknya, dia terpaksa menjalani hidup dengan kondisi kepalanya yang terus membesar.
Keluarga miskin ini hidup di sebuah kampung yang jauh dari keramaian. Untuk mencapai kampung ini dibutuhkan waktu sejam melewati jalan yang rusak dan berbatu. Penduduk yang ada di kampung ini pun sudah banyak yang tahu bahwa ada anak malang di kampung ini. Sebuah puskesdes yang berada sekira satu kilometer dari rumahnya juga tidak bisa berbuat banyak karena keterbatasan fasilitas.
Kondisi Rifaldi saat ini sangat memprihatinkan. Matanya tertutup tetapi bukan berarti dia sedang tidur. Ukuran kepalanya yang mengalami pembesaran tiga kali lipat dari ukuran badannya membuat kelopak matanya terdorong. Ini membuat bocah ini sulit untuk membuka matanya dengan normal. Dia juga kesulitan bergerak karena berat badannya tidak mampu mengimbangi berat kepalanya.
Dia mengalami kelainan produksi cairan yang berlebih pada kepalanya. Ini bisa dibuktikan dengan kondisi kepalanya yang tidak mengeras. Justru kepalanya lembek dan terasa seperti bahan karet yang terisi jika disentuh. Tanda-tanda kelainan ini sebenarnya sudah ada saat Rifaldi masih berusia dua bulan. Saat itu benjolan kecil sudah mulai muncul pada bagian jidatnya. Tetapi orang tua Rifaldi hanya menganggap biasa.
Kelainan ini baru diperiksakan ke dokter dua bulan kemudian atau saat Rifaldi berusia empat bulan. Orang tua Rifaldi mulai panik karena benjolan kecil itu semakin membesar sehingga dia memutuskan membawa anaknya ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sulthan Daeng Radja Bulukumba. Saat itu dokter memvonis dia menderita kelainan cairan pada otak atau disebut dengan istilah hydrocephalus.
Hanya saja, saat itu dokter di rumah sakit tersebut mengaku tidak sanggup dengan alasan anak ini perlu penanganan khusus. Orang tua Rifaldi disarankan untuk merujuk anak ini ke Makassar untuk mengikuti operasi pengangkaran cairan yang berlebih tersebut. Namun karena keterbatasan biaya, orang tua Rifaldi mengurungkan niatnya dan memilih membawa anaknya pulang ke rumahnya.
Dia kemudian mencoba menggunakan pengobatan alternatif dengan pengobatan tradisional atau dengan memanggil dukun. Tetapi upaya ini juga tidak berhasil sehingga saat ini orang tua Rifaldi memilih pasrah sambil menunggu ada orang yang mau mengulurkan tangannya untuk membantu biaya operasi anaknya. Sebenarnya tidak terlalu besar biaya yang dibutuhkan untuk operasi. Ibu Rifaldi hanya diminta menyiapkan Rp 5 juta tetapi bagi keluarga miskin yang hanya berprofesi sebagai petani biasa ini jumlah tersebut sangat besar dan sulit dia dapatkan.
"Saat itu saya cuma punya uang tiga juta saja. Itu pun saya sudah berusaha cari di sana-sini untuk mengumpulkan uang. Tapi saya diminta siapkan lima juta ditambah dengan biaya ambulans sekira Rp 900 ribu. Saya tidak sanggup," ucap dia sambil mengelus kepala putranya saat di temui di rumahnya di Dusun Pattalassang, Desa Orogading, Kecamatan Kindang, sekira 35 kilometer dari pusat Kota Bulukumba, Selasa, 23 November.
Orang tua Rifaldi hanya bisa menengadahkan tangannya meminta uluran tangan pemerintah atau pihak lain yang mau membantunya. Saat ini Mariani mengaku tidak bisa berbuat apa-apa dengan keterbatasan keuangan keluarganya.
Bahkan Mariani makin bingung karena kondisi anaknya yang makin lemah. Badannya juga semakin kecil sementara kepalanya makin membesar. Sehari-hari dia juga tidak pernah membelikan obat anaknya karena tidak punya biaya. Dia hanya bisa menyuguhkan bubur setiap kali anaknya menangis pertanda lapar. Rifaldi juga sudah berhenti menyusui sejak tiga bulan lalu. Mariani pun setiap malam disibukkan untuk mengurusi anaknya yang selalu meringis kesakitan.
Kepala Desa Orogading, Lukman mengatakan, dirinya sangat prihatin dengan kondisi yang dialami warganya. Tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena untuk berobat butuh biaya besar karena harus dirujuk ke Makassar. Dia pun berharap nanti ada bantuan dari pemerintah kabupaten kepada anak malang ini. Dia pun berencana menyampaikan kondisi warganya ini kepada Pemkab Bulukumba.
"Selama ini saya baru mengajak dia ke Rumah Sakit Bulukumba. Saya belum pernah mencoba mencari donatur lain untuk membatu dia,” katanya. (bersambung)
[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar