Kamis, 07 Maret 2013

Sehat ala Kopi Tradisional Sanrego asal Bulukumba (2-Selesai)


PRODUK KEBANGGAAN. Pemilik sekaligus produsen kopi Sanrego, Amrullah Husain berharap suatu hari nanti, kopi hasil racikannya menjadi produk kebanggaan masyarakat "Butta Panrita Lopi" Bulukumba. Kayu Sanrego telah diteliti beberapa pakar finokimia beberapa perguruan tinggi di Indonesia Timur. Kayu itu dianggap mengandung alkolid, sitosterol, glikosida yang berfungsi dapat menghambat perkembangan bakteri dalam tubuh manusia. (Foto: Parman/Radar Bulukumba)



Sehat ala Kopi Tradisional Sanrego asal Bulukumba (2-Selesai):
Berawal dari Pengobatan Kejantanan Tradisional


LAPORAN: PARMAN, Bulukumba
Harian Fajar, Makassar
Sabtu, 02 Juni 2012
http://www.fajar.co.id/read-20120602001522-berawal-dari-pengobatan-kejantanan-tradisional


PRODUK kopi Sanrego belum banyak dikenal masyarakat Butta Panrita Lopi. Padahal selain menjadi minuman saat bersantai bersama kerabat atau keluarga, kopi Sanrego juga diyakini dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit.

Bagi pemilik Warkop Sanrego, Amrullah Husain yakin kopi hasil racikannya mampu menyembuhkan berbagai penyakit dianggap bukan tanpa alasan. Semuanya didasarkan pada pengalaman dikuatkan hasil laboratorium. Di antara penyakit itu, ada sakit pinggang dan rematik. Apalagi khasiat kayu Sanrego memang sudah dikenal sejak lama. Khasiat kayu itu terbukti ampuh menyembuhkan beberapa penyakit.

Kayu Sanrego telah diteliti beberapa pakar finokimia beberapa perguruan tinggi di Indonesia Timur. Kayu itu dianggap mengandung alkolid, sitosterol, glikosida yang berfungsi dapat menghambat perkembangan bakteri dalam tubuh manusia.

Dari cerita Amrullah Husain, diketahui khasiat kayu itu secara tidak sengaja ditemukan seorang pemilik kuda yang terperanga melihat kuda jantannya tiba-tiba menjadi agresif. Ternyata, kuda jantan tersebut tidak sengaja memakan kayu Sanrego di Kabupaten Bone.

Cerita berlanjut, kayu Sanrego kemudian dimulai dikembangkan dengan berbagai jenis racikan. Satu di antaranya, Amrullah Husain yang mencoba meracik dengan mencampur kayu Sanrego dengan kopi dan jahe. Kini produk yang dibuat pria asli Bulukumba itu terus dikembangkan dan diperkenalkan ke masyarakat. Bahkan, menurut Amrullah, seorang pengusaha asal Pulau Dewata, Bali telah menawarkan kerja sama membangun warung kopi di daerahnya.

"Saya pernah ditawarkan seorang pengusaha di Bali untuk mensuplai kopi Sanrego ke usahanya," ungkapnya.
Sambil bercerita, seorang pelayan di warung kopi Amrullah menawarkan secangkir kopi Sanrego ke wartawan. Aroma kopi khas pun tercium dari kopi tersebut. Sekilas kopi Sanrego itu tampak tidak berbeda dengan jenis kopi lain.

Namun setelah diminum, rasa jahe yang bercampur kopi sangat terasa di lidah. Itu yang membuat kopi tersebut makin nikmat.

Menurut Amrullah, jika diminum secara rutin, kopi tersebut sangat bermanfaat bagi kesehatan. Selain dapat menghilangkan sakit pinggang, kopi Sanrego juga diyakini dapat menyembuhkan penyempitan pembulu darah, menghilangkan rasa capek, dan paling penting bagi kaum pria, menambah keperkasaan. "Kemasan kopi ini saya berikan gambar kuda. Sebab kopi Sanrego dapat menambah keperkasaan bagi kaum pria," jelas pemilik Warkop Sanrego tersebut.

Khasiat kopi itu telah dirasakan beberapa warga yang secara rutin mengonsumsinya. Bahkan khasiatnya dipercaya begitu ampuh menghilangkan rasa capek. Amrullah menambahkan sebelum melakukan perjalanan jauh, sebaiknya minumlah kopi Sanrego. Dengan begitu, kata dia, rasa capek dalam perjalanan akan tidak begitu terasa. Artinya dapat membuat perjalanan menjadi nyaman. "Khasiat kopi Sanrego bisa dibuktikan. Sudah banyak juga orang yang merasakan," tandas mantan anggota DPRD Bulukumba tersebut.

Keyakinan usaha kopi berciri khas tersendiri makin mengobarkan semangat Amrullah Husain untuk terus mengembangkan kopi tradisional hasil racikannya, Sanrego. Warkop diyakininya sebagai salah satu batu pijakan untuk melompat lebih jauh di dunia usaha yang baru digelutinya dua pekan terakhir.

Tawa lepas dan senda gurau ditemani suguhan kopi Sanrego dan pisang goreng menambah hangat pertemuan dengan pemilik Warkop Sanrego sekaligus menemu racikan kopi tradisional yang begitu nikmat juga sehat tersebut. Sembari menyampaikan keinginannya mengembangkan kopi Sanrego, pria yang dulunya pernah merasakan pahit getirnya kehidupan di rantau orang, Amrullah juga menceritakan cikal bakal munculnya kopi andalannya itu.

Sembari menikmati kopi tradisional asli Bulukumba itu, Amrullah mengawali ceritanya di suatu daerah di Selawesi Tenggara. Kala itu tepatnya 1993, dia mencoba peruntungan di daerah yang dulunya masih cukup asing bagi perantau, terutama dari Sulawesi Selatan. Tepat setahun, setelah menyelesaikan studi S1 (sarjana) Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar antara 1987-1992.

Sebuah peluang kerja yang cukup menjanjikan menghampirinya. Amrullah ditawari bergabung pada lembaga bantuan hukum (LBH) di Kendari yang kala itu masih sangat asing terdengar di telinganya. Dia pun mengambil peluang tersebut. Alhasil sedikit demi sedikit dia mulai menikmati hasil keringatnya dengan menanam investasi membeli lahan. Dengan bermodalkan uang Rp25 juta, dia mampu membeli sebuah lahan produktif yang masih berbentuk hutan seluas 100 hektare. Kini dia mengaku, hanya tersisa sekitar 40 hektare saja. Tawaran demi tawaran untuk membeli lahannya itu Rp250 juta per hektarenya ditolaknya.

"Saya tidak ingin menjualnya, hidup sederhana sudah cukup bagi saya dan keluarga. Biarlah lahan itu menjadi aset keluarga, sepanjang saya masih bisa hidup. Insya Allah kopi Sanrego bisa menopang hidup keluarga saya dan yang paling utama bisa memberikan manfaat bagi masyarakat," tutur Amrullah bernostalgia di warkopnya.

Lanjut cerita seiring berjalannya waktu, sekitar 2005, Amrullah kemudian dimintai bantuan salah seorang rekannya yang mengeluhkan penyakit kejantanan (ejakulasi dini) yang dialami sejak beberapa tahun. Merasa tergugah, dia pun membawa temannya itu ke salah seorang paranormal (dukun) yang diperkirakan berusia lebih dari seratus tahun.

Dari situ, sang dukun kemudian melakukan ritual pengobatan, mulai dari membacakan mantra, memandikan pasien hingga meracik ramuan berupa irisan kecil dari sebuah kayu. Tidak hanya itu, kesakralan ritual makin terasa dengan syarat ritual dilaksanakan dengan memilih hari tertentu, malam Jumat.

Namun Amrullah yang memiliki latar belakang seorang berpendidikan tinggi, tidak percaya begitu saja dengan ritual tersebut. Setelah dua pekan seusai menjalani pengobatan, rekannya itu kemudian mengaku kembali normal. Penyakit yang menghantuinya selama bertahun-tahun sudah hilang. Pengakuan itu, membuat pemikiran Amrullah berbalik 360 derajat. Namun sebagai pria yang berprinsip pantang menerima begitu saja segala hal yang dilihatnya, kemudian berpikir apa yang sebenarnya membuat pengobatan itu terlihat lebih logis.

"Awalnya saya tidak pecaya, tapi apa salahnya dicoba. Makanya saya bawa saja rekan saya ke dukun itu berobat. Eh dua pekan berikutnya penyakitnya sudah hilang, bahkan dia lebih perkasa dari sebelumnya. Di situ saya mulai penasaran, ada apa," kata Amrullah diselubungi tawa kecil.

Perhatiannya terfokus pada racikan ramuan obat dari irisan kayu yang diberikan sang dukun pada rekannya. Tak ingin diselimuti rasa penasaran, dia pun mencoba mendatangi sang dukun dengan maksud mencari tahu jenis kayu ramuannya. Namun dengan keras sang dukun menolak memberitahukan rahasia dari pengobatannya. "Katanya, anak cucunya saja tidak tahu dan tidak ingin memberitahukan jenis kayu apa itu. Berapa kali saya bujuk tapi dia tidak mau memberihatahukannya," tambahnya.

Menilai kayu merupakan pusaka yang dirahasiakan sang dukun, Amrullah tidak ingin putus asa dan tidak kehilangan akal. Dengan percaya diri, dia menawarkan uang Rp10 juta ke sang dukun demi mengetahui jenis kayu itu dan membeli bibit sebanyak-banyaknya.

Meski sempat berpikir panjang, akhirnya sang dukun setuju dan memberikan bibit kayu yang diketahui bernama Sanrego dengan nama latin Lunasia Amara. Sebanyak 200 pohon bibit kayu Sanrego kemudian diborongnya. Sebagian ditanam di lahan miliknya di Kendari, sebagian lagi dibawa pulang ke kampung halamannya di Batukaropa, Kecamatan Rilauale, Bulukumba.

Amrullah yang menilai tanaman itu sebagai pusaka, enggan memberitahukan letak bibit Sanrego di tanamnya. Yang jelas, kata dia, Sanrego merupakan tumbuhan yang memiliki khasiat yang tiada tara bagi kesehatan. Selain racikannya, kerahasiaan tanaman itu juga menjadi rahasia pribadi. Sekalipun ada tawaran membeli bibit tanaman tersebut hingga ratusan juga rupiah, dia juga enggan menjualnya. "Ini sudah menjadi pusaka pribadi saya. Berapapun harganya tidak akan saya jual. Sudah ada yang minta, tapi tidak saya jual," tegasnya. (*/sil)

[Terima kasih atas kunjungan dan komentar Anda di Blog Kabupaten Bulukumba]

Tidak ada komentar: