---------------------
Sungaiku yang Hilang
Pada suatu kunjungan ke kampung halaman dalam rangka nyekar ke makam Ibu, saya menyempatkan singgah sejenak di kampung halaman pihak ayah. Pada jaman dahulu kala, saya suka sekali ke kampung ini. Namanya Dusun Barebba, Desa Bialo, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba.
Menyebut Bulukumba, mungkin dapat sedikit menyegarkan ingatan pembaca akan Perahu Pinisi, perahu yang dunia mengakuinya sebagai perahu tradisional dengan kekuatan, keindahan dan ketangguhannya.
Bulukumba memang dikenal masyarakat internasional sebagai pembuat perahu tradisional terhebat di dunia. Maka sebutlah Bulukumba sebagai Butta Panrita Lopi (Tanahnya para Ahli pembuat Perahu). Tetapi bukan Perahu Pinisi yang ingin saya bahas di sini.
Menghitung mundur 35 tahun lalu dari sekarang, selama masa lebih dari tiga dekade tersebut, saya menemukan sesuatu yang telah hilang di Barebba. Sesuatu yang bernama SUNGAI. Disebut sebagai Sungai Bialo.
Pada 35 tahun yang lalu, sungai itu memiliki air yang bening dan jernih, berarus deras, dan menabrak bebatuan besar yang menghalanginya, yang menimbulkan percikan air di sekitarnya, sehingga menghasilkan musik alam yang indah.
Setiap pagi, kita akan menemukan pemandangan rutin, kegiatan masyarakat setempat yang dimulai dari sungai itu. Mandi, mencuci, bermain-main, atau sekedar duduk melamun di atas bebatuan di tengah sungai. Semua masyarakat kampung saling mengenal dengan baik, bukan hanya karena jalinan darah kekeluargaan yang kuat, tetapi karena setiap hari mereka saling bersilaturrahmi di sungai, pada saat mandi atau mencuci bersama.
Pada masanya, sungai itu menjadi salah satu pemasok air bersih yang diolah dan dikelola oleh Perusahaan Air Minum (PAM) daerah. Tapi itu dulu. Kejadian itu adalah 35 tahun yang lalu.
Saat ini, sungai itu sudah kering. Yang tertinggal hanyalah bebatuan kerikil yang kecil-keci, mengelilingi genangan air yang menghitam, berbau tak menyenangkan, dan menjadi sarang penyakit. Jalur itu baru akan berfungsi sungai ketika musim hujan tiba. Sungai itu menjadi saluran air hujan dari gunung, membawa lumpur dan segala macam sampah dari 'atas sana'.
Yang membuat saya sedih adalah, kehilangan sungai telah dianggap biasa-biasa saja oleh masyarakat setempat. Kemanakah airmu, Sungai? (Hurriah Ali Hasan)
---------------
1 komentar:
Makanya, jangan tinggalkan kampung halaman. Kebanyakan dr kita kl sdh skolah tinggi2 sdh tdk mau lg kembali ke kampung halaman sehingga org2 yg berpotensi membangun kmpg hlmn pada pergi. Yg tertinggal hny org2 yg bs hidup dgn cara merusak.
Posting Komentar