Kamis, 30 September 2010

SUKU KAJANG, AMMATOA...Bulukumba, Sulsel




SUKU KAJANG, AMMATOA...Bulukumba, Sulsel



Oleh: Nizma Fadila
http://nizmafadila.multiply.com/journal/item/7/SUKU_KAJJANG_AMMATOA...Bulukumba_Sulsel
3 Agustus 2009

Perjalanan menikmati keindahan kabupaten Bulukumba, tidak hanya pantainya yang jernih, pasir putih yang lembut, tapi ada lagi keunikan budaya yang dimilikinya, SUKU AMMATOA...

Suku ini biasa disebut dengan suku Kajang...banyak sekali kemiripan budayanya dengan suku Baduy, Banten.



Keunggulan dari Bulukumba adalah, tempat pembuatan kapal Phinisi, kapal-kapal yang dibuat dari Kayu Besi kokoh dengan bentuk menyerupai kapal Christopher Columbus dari Inggris.



Ini tampak rumah penduduk ammatoa, sangat sederhana dan seragam karena mereka menjunjung tinggi nilai kesederhanaan. Jadi tidak ada di antaranya yang memiliki bentuk dan susunan rumah yang berbeda. Setiap rumah hanya memiliki satu kamar tidur, dan ceritanya hanya penganten barulah yang tidur di kamar tersebut, masing-masing rumah biasanya tidak lebih dari 2 kepala keluarga. Jadi, jika sang adik dari penganten baru menikah, si kakak harus segera meninggalkan rumah, karena selain tidak kebagian kamar mereka juga dituntut untuk mandiri. Sang orangtua mengalah tidur di luar, besarnya kasih sayang orang tua yah ???... hmmm...



Di rumah ini tidak ada perabotan rumah tangga, seperti kursi, tempat tidur, dsb, yang ada hanya lemari... isi rumah juga kosong, karena biasanya mereka tidur dan berkumpul di sana.

Sekalipun listrik sudah masuk di wilayah perbatasan kampung ammatoa, tapi mereka tidak menggunakan listrik.

Dilihat dari gambar di samping, pintu kamar hanya dari kain, meski demikian sederhana, mereka juga menggemari keindahan, terbukti dari terpasangnya berbagai poster artis di temboknya. Sekalipun mereka tidak mengenal siapa mereka karena tidak ada TV maupun radio di sekitarnya



Bentuk jendela di setiap rumah penduduk ammatoa sama, terbuat dari kayu dan bernako. Unik dan benar-benar sederhana...biar dibilang masih primitif, tapi mereka bersolek juga lho...lihat ada beberapa alat kosmetik dan kecantikan di atas jendela mereka.



Ini adalah tampak depan rumah Ammatoa dari dalam rumah, pintu masuk sejajar lurus menghadap tangga dan pintu rumah. mereka tidak punya teras rumah untuk duduk, melainkan untuk dapur dan merajut/ menganyam kain hitam mereka.

Philosopi kenapa dapur ada di muka rumah adalah karena mereka harus berbagi dengan sesamanya, keramahan mereka dinilai dari kesenangannya dalam berbagi apa yang mereka miliki di dapur dan disantap bersama-sama.



Teras di sayap kiri digunakan untuk menenun kain hitam, kain kehormatan mereka sendiri. Di sinilah kemiripannya dengan suku Baduy, Banten. Mereka juga tidak menggunakan sendal / sepatu kemana pun mereka pergi, tetapi mereka masih diperbolehkan untuk menggunkan kendaraan transportasi yang mereka bisa, tapi kebanyakan dari mereka memilih untuk berjalan kaki.

Mereka distrukturkan termasuk dalam dusun, sehingga kepala desa tetap dari masyarakat luar Ammatoa, dengan itu segala keputusan diambil secara musyawarah, antara kepala suku Ammatoa dengan kepala dusun serta kepala desa.

Satu hal yang terkenal dari Ammatoa adalah kepercayaan mistisnya yang sangat kental, sehingga harus hati-hati jika ingin masuk ke wilayah mereka.

Yang pasti, harus izin ke kepala Desa sekalian minjem baju hitam yang disewakan di kepala desa.

Unik, seru, dan mengesankan...

Sistem sosial politik serta budaya nya masih banyak lagi yang bisa dieksplore, sayang saat itu saya tiba jam 4 sore jadi tidak bisa banyak mengeksplore, tetapi ketika berdiskusi dengan kepala sekolah disana, banyak yang bisa kita dapatkan.

Ayo...kita lestarikan budaya Indonesia dengan VISIT INDONESIA...gak usah ke luar negeri dulu sebelum kamu tahu dan rasakan keindahan budaya dan alam Indonesia....kalo bukan dari kita, siapa lagi ????....

Keterangan:
- Tulisan yang dimuat pada 3 Agustus 2009 pada blog http://nizmafadila.multiply.com/journal/item/7/SUKU_KAJJANG_AMMATOA...Bulukumba_Sulsel, saya copy paste pada hari Jumat, 1 Oktober 2010.
- Saya melakukan beberapa perbaikan kata, tetapi tidak mengubah substansi, misalnya kata KAJJANG, saya ubah menjadi KAJANG.
- Tulisan ini saya anggap menarik dan memiliki nilai positif, sehingga saya meminta izin kepada penulisnya untuk memuat ulang tulisan dan foto-fotonya di blog ini.



[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]

2 komentar:

arief mengatakan...

kakak,,mogon ijin untuk di copas juga yah..
mau nunjukin ke temen2 kalo bulukumba juga punya BADUI kayak di banten

Asnawin Aminuddin mengatakan...

iye', silakan....