Kampus Pondok Pesantren Babul Khaer Kalumeme dengan Masjid Muslim Pancasila yang gagah menyambutku. Terlihat gedung-gedung kampus yang kebanyakan semi permanen, mengelilingi lapangan sepak bola gersang tanpa rumput, angin bertiup sedikit, debu akan segera menari.
Rembulan di Pantai Batu Bulan (Rindu Babul Khaer Kalumeme)
Oleh: Mappa Mancu
Aku harus bergegas mandi, bila tak ingin terlambat mengantri sarapan pagi, sebagian teman sudah pada memakai seragam dan memegang piring dan gelas plastik masing2 dengan riang mereka melangkah ke dapur umum.
Sampai di sumur yang terletak di belakang kamar terlihat sumur gali tempat biasa kami mandi telah dikelilingi oleh teman-teman sambil bergantian menimba air dari dalam sumur, sekilas aku melirik ke dasar sumur, wah, air semakin menipis, terlambat sekejap saja berarti aku harus mengawali hari ini Cuma dengan cuci muka dan sikat gigi, Waktu ku sempat tersita oleh bentakan –bentakan kakak-kakak kelasku yang tak mau antri saat mandi .
Terbayang dibenakku, perjalanan kemarin saat baru menginjakkan kaki di kampus ini. Memasuki kota bulukumba, pas POM Bensin dekat Kodim Bulukumba belok kiri , dari jendela mobil yang aku tumpangi sekilas terlihat nama jalan Dato Tiro, mobil bergerak perlahan ke arah timur menyusuri jalan beraspal namun tidak rata.
Beberapa saat setelah memasuki jalan Dato Tiro disebelah kiri terlihat bangunan besar nan Mewah bercat putih, di puncaknya terlihat bangunan kecil mirip kubah masjid, saat aku menyimak setiap detil bangunan itu, ayahku berbisik, itu adalah Hotel Marlboro, pemiliknya katanya seorang penyalur TKI keluar negeri.
Tiba-tiba dalam pandanganku kemewahan gedung itu menjadi sebuah bukti kerapuhan bangsaku, yang masih menghiba pekerjaan pada Negara lain. Di satu sisi pemilik hotel mungkin sangat berjasa bagi banyak orang yang di bantu untuk memperoleh penghasilan yang layak. Di sisi lain, bangsaku seakan tak berdaya mencarikan penghidupan yang layak bagi warganya.
Mobil bergerak semakin jauh, sebuah pabrik Es dengan bangunan yang terlihat tua menarik perhatian tapi Cuma sekilas karena kecepatan mobil semakin bertambah, disebelah kanan sekilas ombak putih menerjang pantai dan empang-empang yang kelihatan kosong di pinggir jalan. Mendekati sebuah jembatan, kantuk menyerangku lalu aku tertidur disisi ayah…….
“Hai mandi cepaaat, jangan menghayal, mau kehabisan air ya??” gertakan kakak kelasku menyadarkan lamunanku, kembali aku melirik pada kedalaman sumur, masih ada tersisa sedikit air, secepatnya aku menimba air dan segera menyiram air ke seluruh tubuh, yang terasa adalah pasir bercampur air, malah lebih banyak pasirnya……..
Kampus Pondok Pesantren Babul Khaer Kalumeme dengan Masjid Muslim Pancasila yang gagah menyambutku. Terlihat gedung-gedung kampus yang kebanyakan semi permanen, mengelilingi lapangan sepak bola gersang tanpa rumput, angin bertiup sedikit, debu akan segera menari.
Di belakang kampus dekat sebuah kompleks pekuburan semak belukar dan kaktus masih basah diguyur gerimis pagi. Di ujung sana, aliran sungai kecil mendekati muara mengalir tenang membentuk garis kecoklatan yang diapit empang – empang hijau penuh plankton.
Nun jauh di selatan sana biru nya laut dihiasi siluet kepulauan selayar menyembul diantara awan-awan putih. Bersama garis putih pantai Batu Bulan, Pelabuhan Leppe jauh di ujung garis pantai. Bangkeng Buki’ terkadang sembunyi berselimut mega, mereka menjadi saksi, inilah hari pertamaku menjadi santri di rumah dengan banyak pintu kebaikan ini, semoga kelak aku bisa menjadi santri yang berguna, walau seribu Tanya masih membayang tentang apa yang akan terjadi di masa depan, tak ingin aku menjawab sekarang, karena jawabanku kadang berubah. Biarkan waktu yang kan menjawabnya, karena jawaban waktu adalah kenyataan yang selalu pasti. Yang jelas inilah rumahku sekarang.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun ikut terlewati, begitu banyak kenangan yang kujalani. Pahitnya perjalanan menuju impian bersama teman-teman dengan beribu sikap dan watak, indahnya rasa cinta yang kadang hadir, walau sekedar kagum terhalang dinding pemisah, dinginnya saat subuh yang telah larut ditemani kitab-kitab kuning, di saat orang lain terlelap masih sangat terasa.
Bergumul dengan berbagai pengalaman menuju kedewasaan, bersenda gurau dengan sesama santri terasa sangat menyenangkan, sementara berhadapan dengan sejuta kearifan uztas uztasah.
Banyak teman yang datang dan pergi, terkadang datang diantar bak pahlawan perang yang baru memenangkan peperangan akbar, tapi kemudian kabur dengan jalan melompati pagar kampus setinggi hampir 3 meter. Setelah hilang tak tau dimana rimbanya.
Perjalanan yang melelahkan itu sudah kulalui, sementara teman-teman seperjuangan sudah menghilang menuju tempat perjuangan hidupnya. Semuanya berjuang untuk menuai mimpinya, bergelut dengan kesibukannya untuk menggapai hari esok yang lebih baik. Rasanya semua itu sangat sulit untuk dilupakan. Tawa dan tangis, suka dan duka, bahagia dan derita, semuanya masih terngiang dan menambah kerinduan hati yang dalam.
Kerinduan yang ada sempat terobati saat cerita dan gambar beberapa dari mereka muncul di layar facebook ku, namun kerinduan tersebut malah semakin menjadi saat cerita-cerita tentang kampus kalumeme terkadang bercerita tentang prestasi tapi terkadang penuh dengan emosi, saratting, hukuman karena tak berbahasa arab atau inggris, pukulan bambu di telapak kaki, keadaan kampus saat ini, buroncong jembatan tabbuttu, tukang masak di dapur, masa-masa antri di dapur, masa-masa lompat pagar dan berjuta cerita muncul silih berganti.
Layar facebook-ku pun, ternyata hanya bisa mengundang sebagian kecil dari mereka. Kemana, dimana dan bagaimana rekan seperjuangan dan saudara-sauradaraku lainnya, masih gelap dan tak terlacak, bak ditelan bumi. Layar facebook, bunyi ringtone ternyata hanya bisa sedikit mengurangi kerinduan ini. Terkadang ketakutanku muncul, Aku takut kampusku yang dulu kubanggakan hilang di telan Zaman lalu tak tercatat dalam sejarah. Kerinduanku semakin menyiksa…….
Kiranya, hanya “berkumpul bersama di rumah kita, rumah kita bersama“ yang dapat menyembuhkan, bukan hanya mengurangi kerinduan ini. Terbayang saat pulang dan beristirahat sejenak di rumah kita, menengok kamar tempat belajar, teras tempat bercengkrama dan halaman tempat bermain. Sungkem kepada ummi almamater, bertemu para uztas uztasah, pengajar, pendidik dan pembimbing yang masih tetap cantik, gagah dan berwibawa dengan aneka wajah, meski rambut mulai memutih. Juga bercerita, bercengkrama, bercanda, bernostalgia dengan saudara-saudara, adik yang” nakal ‘ dan kakak yang ‘’usil ‘’ saat pesta kebersamaan dahulu.
Tak dinyana, tiba-tiba ponselku berdering, tanda sms masuk. Ternyata ini sms dari ummi alamamater ku yang telah kutinggal lama sekali.
Langsung kubaca panggilan ummi” Anak-anakku dimanapun kalian berada, apapun yang sedang kalian kerjakan, pulanglah dulu sejenak. Tengoklah rumahmu, rumah tempat ummi mendidikmu. Kita berkumpul sejenak, saling melepas rindu. Rumahmu tidak seperti dulu. Selangkah demi selangkah, dengan sekuat tenaga ummi telah memperbaiki, merenovasi, dan memperindahnya. Setahap demi setahap ummi telah mengisi nya dengan berbagai perkakas baru untuk adik-adikmu yang masih di sini, yang masih bunda didik, agar mereka dapat berjuang dan sukses di luar sana seperti mu."
"Ummi lakukan itu karena ummi yakin perjuangan adik-adik mu akan lebih berat di luar sana, karena zaman telah berubah. Pulanglah anakku ..Pulanglah sebentar saja…, Ummi dan adik-adikmu disini ingin mendengar cerita –perjuanganmu,ingin mencontoh semangatmu."
"Pulanglah anakku, pulangkah sebentar saja, ummi akan berikan bekal doa-doa baru untukmu. Beritahu saudara-saudaramu, adik-kakakmu, ummi akan mempersiapkan waktu dan acara khusus untukmu, agar kita bisa berkumpul bersama. Pulangkah anakku, sempatkan lah, walau sebentar saja, walau sekali ini saja, karena mungkin tidak akan pernah ada waktu lagi, karena mungkin tidak akan sempat lagi……"
Tanpa berpikir panjang aku langsung mengabarkan dan meminta semua saudara-saudaraku, adik-adik dan kakak-kakak ku, agar kita pulang sejenak. Aku kabarkan mereka yang ada di pelosok negeri, aku kabarkan akan pesan ummi bahwa kita pulang untuk berkumpul, melepas kerinduan dan jangan ada yang segan, malu, bimbang karena keadaan sekarang yang mungkin berbeda dengan yang lainnya.
Kita datang dan bertemu bukan untuk saling mengukur keberhasilan, saling mengukur pencapaian, tetapi hanya untuk melepas dan mengobati KERINDUAN yang telah lama terpendam. Inilah pesan yang ingin kusampaikan kepada seluruh saudaraku, keluarga besar ku dimanapun berada:
“Kita diminta pulang bersama-sama, tentukan tanggal dan waktunya…………..
"Saudaraku, Keluargaku ………..mari kita datang, sempatkan untuk datang, jenguk rumah kita, tengok halaman kita, saat kita masih diberi waktu, saat kita masih ada kesempatan dengan satu tujuan; untuk berpelukan dan melepas rindu. Memberi sedikit kecupan dan bisikan mesra buat BABUL KHAER Kita…..JAYALAH BABUL KHAER…..AMIN.
(In memorian Almarhum Ayahanda Drs. H. Achmad Marsuki terima kasih atas segala perjuangan ayah, doa ananda selalu untuk ayah. Mengenang Saudaraku Alm. Nurismal dan Alm. Imran Putra Waepejje kec. Bulukumpa Kab. Bulukumba yang Syahid di pantai Batu Bulan Kalumeme tahun 1992)
Keterangan:
--- Penulis adalah seorang dokter hewan yang tidak ingin jatuh cinta terhadap pasiennya, tetapi ingin memahami dan memaknai setiap kata cinta pasiennya, cinta terhadap kelestarian alam dan marga satwa, cinta terhadap kedamaian dan persaudaraan)
--- Tulisan ini dimuat di Kompasiana.com, pada 24 May 2011
--- http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2011/05/24/rembulan-di-pantai-batu-bulan-rindu-badul-khaer-kalumeme/
[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
IKAN DUYUNG. Jumaning (60), membersihkan tubuh ikan duyung yang ditemuinya di tepi pantai saat mencuci bentang (tali rumput laut) di pesi...
-
Andi Sultan Daeng Radja bersama tujuh orang lainnya telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI (Sus...
-
BUNDARAN PHINISI. Kabupaten Bulukumba yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, terdiri atas 10 kecamatan dan 126 ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar