Langsung ke konten utama

Menjejak Pasir Putih di Pesisir Bulukumba


“Sebelum mengagumi keindahan negeri orang lain, maka nikmati dulu keindahan-keindahan yang ada di tanah air kita sendiri.”
Perjalanan saya kali ini pun sebagai salah satu bentuk menghargai keindahan alam di negeri sendiri, (selain dari mengikuti acara Rapat Kerja pengurus lembaga pers kampus saya tentunya…). Dan ternyata, sadar atau tidak sadar, Indonesia kaya akan wisata-wisata alam yang beragam bentuknya, khususnya di Sulawesi Selatan ini.




Menjejak Pasir Putih di Pesisir Bulukumba

Oleh: Imam Rahmanto
04 July 2012
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2012/07/04/menjejak-pasir-putih-di-pesisir-bulukumba/


“Sebelum mengagumi keindahan negeri orang lain, maka nikmati dulu keindahan-keindahan yang ada di tanah air kita sendiri.”

Perjalanan saya kali ini pun sebagai salah satu bentuk menghargai keindahan alam di negeri sendiri, (selain dari mengikuti acara Rapat Kerja pengurus lembaga pers kampus saya tentunya…). Dan ternyata, sadar atau tidak sadar, Indonesia kaya akan wisata-wisata alam yang beragam bentuknya, khususnya di Sulawesi Selatan ini.

Setelah tempo hari saya jalan-jalan ke ujung pulau (Puntondo, Takalar) – yang terkenal dengan budidaya tanaman bakaunya-, kini saya berkesempatan lagi menjajal ujung pulau lainnya, yakni Bulukumba. Salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan ini menawarkan keindahan alam Tanjung Bira dengan pesona pantai pasir putihnya. Selain itu, ada pula kawasan Tana Berru yang menjadi pusat pembuatan kapal-kapal Phinisi. Di sepanjang kawasan Bulukumba mudah ditemukan kapal-kapal yang sementara dibuat oleh para pengrajinnya. Oleh wisatawan asing maupun domestik, kawasan ini seringkali dijadikan sebagai salah satu alternatif wisata, meskipun hanya sekadar menyaksikan proses “kreatif” pembuatannya.


Batu karang yang putih menyatu dengan pasir yang putih pula. (Foto: Imam Rahmanto)


Saya sudah seringkali mendengar tentang “putih”nya pasir yang ada di sepanjang Tanjung Bira. Wisata alam di Kecamatan Bontobahari ini ternyata lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama asli “Pantai Paloppakalaya”. Saya pun baru mengenal nama itu, setelah beberapa kali searching di dunia maya, yang malah untuk menyebut namanya saja harus diucapkan berkali-kali dengan penuh konsentrasi. Luar biasa!

Akan tetapi, setahun lalu ketika saya bertandang ke Tanjung Bira, terbersit sedikit kekecewaan karena melihat kondisinya yang tidak se”putih” yang selalu diceritakan oleh teman-teman saya. Kala itu, saya sama sekali tidak menemukan hamparan pasir putih di sepanjang pantainya. Hanya bangkai-bangkai hewan laut di atas permukaan karang-karang licin yang menjadi pijakan kaki ketika berjalan-jalan disana.

“Lautnya sedang surut,” ujar salah seorang teman menimpali kekecewaan saya. Alhasil, kekecewaan itu membawa sedikit “trauma” buat saya.

Oleh karena itu, ketika mendapatkan kembali kesempatan untuk berkunjung ke Negeri Biru (salah satu julukan yang diberikan oleh salah satu media televisi), Bulukumba, maka saya merasa biasa-biasa saja (tuh), merasa tak ada yang istimewa disana.

Road to Bulukumba
Perjalanan Makassar – Bulukumba yang menghabiskan waktu sekitar 4-5 jam (normal) itu dimulai sejak pagi hari. Belum juga waktu menunjukkan pukul sembilan, kami sudah diantarkan menuju ke lokasi tujuan dengan mengendarai bus.

“Perjalanan harus start secepat mungkin, agar kita bisa menyaksikan sunset di pantai sana,” semangat salah seorang teman saya yang jauh hari juga sudah merencanakan momen-momen baginya untuk foto landscape. Nah, ini pula yang menjadi alasan saya (dipaksa) harus bangun di pagi hari.

Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng adalah kabupaten-kabupaten yang kami lalui selama menuju ke Bulukumba. Namun, jangan menyangka, jalanan yang dilalui akan mulus sampai tujuan. Memasuki wilayah Jeneponto, akan ditemui jalanan-jalanan yang bergelombang dan berbatu. Jalanan-jalanan itu seakan mengingatkan saya pada musik-musik hip-hop beserta goyangannya. Melompat kesana-kemari. Hehe…

Di tengah perjalanan, berganti dari sawah-sawah dan ladang, akan banyak dijumpai pemandangan-pemandangan pesisir pantai. Sebagian dari penduduk setempat pun menggantungkan hidupnya dengan bertani garam.

Memanfaatkan bus hanyalah salah satu alternatif untuk bisa sampai di Tanjung Bira. Meskipun demikian, cara ini termasuk cara yang paling efektif dibandingkan harus mengendarai mobil penumpang “phanter” dan sejenisnya dari Terminal Mallengkeri, Makassar. Mengendarai mobil penumpang seperti itu membutuhkan kesabaran yang ekstra. Selain itu, mobil pun hanya mengantarkan selepas memasuki area Bulukumba. Tentu, untuk mencapai destinasi wisata harus memanfaatkan jasa angkutan umum. Kami yang menumpang bus bisa langsung diantarkan menuju ke lokasi penginapan Tanjung Bira. Lha, kebetulan kan bus yang kami tumpangi merupakan milik universitas. :p

Suasana yang saya dapati ternyata berbeda. Sungguh berbeda. Dari atas tebing, begitu jelas terhampar pasir putih di sepanjang pantai. Putihnya benar-benar (kata orang) tiada tara. Malah, ada beberapa turis mancanegara yang menyebut  Tanjung Bira sebagai “Bali Kedua”. Sangat sulit menemukan pasir-pasir selembut itu di wilayah Indonesia yang lainnya. Pasir putih memang menjadi khas dari Tanjung Bira. Dan saya baru menyaksikan  Bira yang sesungguhnya.

Ternyata, konon kabarnya, pasir-pasir putih di Tanjung Bira tersebut kurun waktu tertentu akan terbawa oleh pasang surut air laut seluruhnya. Namun di waktu yang lain, pasir-pasir itu akan kembali menghampar sejauh mata memandang di kawasan pesisir pantai tersebut. Pantas, tahun lalu saya tidak melihat pasir putihnya…

Sunset yang diharapkan oleh teman saya pada akhirnya tidak muncul sesuai dengan rencana. Awan mendung berarak sore itu menghalangi jatuhnya cahaya matahari tepat di batas cakrawala. Hanya seberkas sinarnya saja yang masih tampak sedikit jelas di langit-langit batas cakrawala. Jingga. Berpadu dengan putihnya pasir yang dijejak oleh kaki-kaki pengunjung. Dan tahukah Anda, mengapa langit senja itu berwarna jingga?
…to be continued

–Imam Rahmanto–
Mahasiswa Jurusan Matematika FMIPA UNM. Saya seorang yang suka menulis dan berharap jadi penulis. Cukup mahir dalam layouter, desain, (dan muter-muter tulisan). Kini aktif di Lembaga Pers Kampus LPPM Profesi UNM.



[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]

Komentar

Imam Rahmanto mengatakan…
Terima kasih sudah membagi tulisan saya...
Asnawin Aminuddin mengatakan…
iye', soalnya, tulisanta cukup menarik untuk dibagi2.... selamat jalan2 dan berbagi lagi.....

Postingan populer dari blog ini

Kisah Ikan Duyung di Bulukumba

IKAN DUYUNG. Jumaning (60), membersihkan tubuh ikan duyung yang ditemuinya di tepi pantai saat mencuci bentang (tali rumput laut) di pesisir pantai di Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Selasa, 19 April 2011. Banyak warga yang berkunjung ke rumah Jumaning karena penasaran ingin melihat ikan duyung tersebut. (Foto: Kompas/k23-11) -------------------------- Kisah Ikan Duyung di Bulukumba Meski Dibacok, Ikan Duyung Tetap Hidup Harian Kompas (Kompas.com) K23-11 | yuli | Rabu, 20 April 2011 http://regional.kompas.com/read/2011/04/20/04143456/Meski.Dibacok.Ikan.Duyung.Tetap.Hidup BULUKUMBA, KOMPAS.com — Warga pesisir di Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, digemparkan dengan seekor ikan duyung yang tiba-tiba muncul, Selasa (19/4/2011). Para nelayan pun kemudian berniat memotong ikan tersebut untuk mengambil dagingnya. Namun, entah mengapa ikan duyung yang tubuhnya sudah terluka akibat sabetan parang itu terus berenang hing

Pahlawan Nasional dan Andi Sultan Daeng Radja

Andi Sultan Daeng Radja bersama tujuh orang lainnya telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI (Susilo Bambang Yudhoyono) Nomor 085/TK/Tahun 2006 tanggal 3 November 2006. Andi Sultan Daeng Radja secara diam-diam mengikuti Kongres Pemuda Indonesia, pada 28 Oktober 1928. Bersama Dr Ratulangi dan Andi Pangerang Pettarani, dirinya diutus sebagai wakil Sulawesi mengikuti rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Jakarta.

Kecamatan, Kelurahan, Desa, dan Kode Pos di Kabupaten Bulukumba

BUNDARAN PHINISI. Kabupaten Bulukumba yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, terdiri atas 10 kecamatan dan 126 desa/kelurahan. Berikut daftar nama-nama kecamatan, desa dan kelurahan, serta kode pos masing-masing desa/kelurahan di Kabupaten Bulukumba. (Foto: Asnawin) ----------------------------- Kecamatan, Kelurahan, Desa, dan Kode Pos di Kabupaten Bulukumba Berikut ini adalah daftar nama-nama Kecamatan, Kelurahan / Desa, dan nomor kode pos (postcode / zip code) pada masing-masing kelurahan / desa, di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan, Republik Indonesia. Kabupaten : Bulukumba 1. Kecamatan Bonto Bahari - 1. Kelurahan/Desa Ara ----------------- (Kodepos : 92571) - 2. Kelurahan/Desa Benjala ------------- (Kodepos : 92571) - 3. Kelurahan/Desa Bira ----------------- (Kodepos : 92571) - 4. Kelurahan/Desa Darubiah ------------ (Kodepos : 92571) - 5. Kelurahan/Desa Lembanna ----------- (Kodepos : 92571) - 6. Kelurahan/Desa Sapolohe -