Sabtu, 05 Maret 2011

Inspektorat Bulukumba Masih Teledor


Di Bulukumba, setidaknya ada enam indikator yang paling bobrok yakni; sistem administrasi yang serampangan, banyak kebocoran anggaran dalam pendapatan, lemahnya sistem pertanggungjawaban anggaran, peran Inspektorat lemah, SDM Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) kurang dan lemah, dan tidak adanya good will dari setiap stakeholder dalam mengelola anggaran tersebut sesuai dengan skenario anggaran yang semestinya. (Grafis: Uud-Fajar)

----------------------

Inspektorat Bulukumba Masih Teledor

Harian Fajar, Makassar
Minggu, 06 Maret 2011
http://www.fajar.co.id/read-20110306073000-inspektorat-masih-teledor

KENDATI penilaian pengelolaan keuangan Pemkab Bulukumba naik setingkat dari predikat disclaimer menjadi wajar dengan pengecualian (WDP), belum mampu menghindarkan daerah ini luput dari sorotan khususnya dari kalangan legislatif. Sasaran paling empuk yang disoroti pun tertuju pada Inspektorat. Lembaga pegawas internal ini dianggap masih teledor dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

"Khususnya soal penerimaan, kebocoran ada dimana-mana. Apa yang dilakukan Inspektorat 'kan tidak ada. Belum lagi anggaran yang dikucurkan kepada masyarakat semacam KUR juga lepas dari pengamatan Inspektorat. Kalau begini, bagaimana bisa anggaran optimal kalau pengawasnya (Inspektorat, red) saja teledor," ujar anggota Komisi B DPRD Bulukumba, Zulkifli Saiye.

Penilaian WDP pada pengelolaan keuangan daerah menunjukkan bahwa aparatur pemerintah masih lemah dalam mengelola keuangannya. Terlalu banyak kejanggalan arus anggaran baik dalam bentuk penerimaan maupun pengeluaran menjadi salah satu indikator yang dinilai menjadi penyebab buruknya sistem keuangan tersebut.

Kinerja Inspektorat yang kurang responsif dengan kondisi keuangan di daerah, menurut Zulkifli salah satu faktor penyebab pengelolaan keuangan di daerah ini masih bobrok. Inspektorat dinilai cenderung diam dan tidak berani mengambil sikap tegas. Termasuk dalam hal aliran dana kepada masyarakat.

Inspektorat hanya melakukan pemeriksaan pada tingkat administrasi yang tidak menutup kemungkinan salah. Padahal, Inspektorat seharusnya mampu membaca dan menganalisa alur anggaran dan mencocokkan antara arus anggaran masuk dan arus anggaran keluar.

Di Bulukumba, setidaknya ada enam indikator yang paling bobrok yakni; sistem administrasi yang serampangan, banyak kebocoran anggaran dalam pendapatan, lemahnya sistem pertanggungjawaban anggaran, peran Inspektorat lemah, SDM  Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) kurang dan lemah, dan tidak adanya good will dari setiap stakeholder dalam mengelola anggaran tersebut sesuai dengan skenario anggaran yang semestinya.

"Sepanjang ini tidak dibenahi, sulit melihat pengelolaan keuangan yang akuntabel. Pemkab juga harus berani melakukan reformasi dalam pengelolaan keuangan, jangan hanya selalu berlindung dengan masalah keterbatasan. Pemkab tidak boleh bersikap acuh dengan membiarkan kondisi ini berlarut-larut," kata Zulkifli.

Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Bulukumba, Andi Nurdiani Nur menyatakan upaya maksimal saat ini sudah dilakukan untuk mengubah status tersebut. Salah satunya adalah dengan menggencarkan uji petik pada setiap potensi pendapatan. "Kita sudah meningkat dari status disklaimer menjadi WDP," kata dia.

Diakui, sistem administrasi saat ini masih memiliki kelemahan, kendati menurutnya tidak lagi dikategorikan buruk. Selama ini, ada aturan yang diikuti dan tidak ada pelanggaran yang signifikan. Beberapa sisi perlu perbaikan karena selama ini stakeholder yang ada belum maksimal. Termasuk soal sistem akuntansi dan pelaporan anggaran yang menjadi titik lemah.

"Tapi itu semua akan menjadi perhatian kami. Kami juga tidak hanya fokus disitu, tapi semua sisi memang perlu penataan lebih baik," ujarnya. (arm) 

[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]

Tidak ada komentar: