Minggu, 06 Maret 2011

Tanjung Bira Menawarkan Ciri Tersendiri


PANTAI BIRA. Minat yang tinggi terhadap kehidupan laut, secara ilmiah dan alamiah, turut meleburkan kami dalam kesenangan luar biasa selama trip panjang minggu ini. Pantai Tanjung Bira di Bulukumba, menjanjikan banyak hal. Pasir putih yang alami dan terjadi karena proses yang masih banyak dari kita belum tahu dan (mungkin) tidak mau tahu. (Foto: www.battleofshiloh.us)

----------------------

Menapak Pesisir Selatan Celebes
- Tanjung Bira Menawarkan Ciri Tersendiri


Oleh: Afandi Sido
Kompasiana.com
13 June 2010
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2010/06/13/menapak-pesisir-selatan-celebes/

Siapa yang tak kenal Pantai Losari di Makassar. Pantai satu ini terkenal dengan pemandangan sunsetnya yang mengoranye menawan. Namun tahukah anda, bahwa ada banyak pemandangan pantai indah di sepanjang pesisir Sulawesi selain di Makassar?



Oleh: Afandi Sido
(masih amatir, tapi bercita-cita jadi pionir - Kompasianer sejak: 7 June 2010)


Berikut adalah catatan perjalanan saya pada 27 Februari 2010 lalu, saat menghadiri salah satu acara seminar Loka Karya di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (dulu terkenal sebagai Celebes).

Berangkat dengan mobil travel selatan dari Bandara Sultan Hasanuddin di Makassar, saya bersama rombongan berasa tidak rela melepaskan waktu begitu saja di kota Daeng ini. Rombongan bersepakat untuk sejenak menikmati panorama wisata Makassar sebelum berangkat ke lokasi seminar yang membutuhkan waktu setidaknya 4 jam perjalanan mobil. Saya sebagai satu-satunya orang yang paham daerah ini, merasa wajib menjadi pemandu tur untuk teman-teman yang kebanyakan baru pertama kali menapakkan kakinya di Sulawesi.


Setelah menemukan jasa travel yang bersedia dibayar sebanyak Rp 300.000 untuk mengantarkan kami, maka berangkatlah kami meninggalkan bandara megah yang dibangun pada tahun 2009 itu.


Pemandangan kota Makassar di sore hari sebenarnya hampir sama dengan kota lain. Kepadatan lalu lintas terjadi di hampir semua kota. Lama-lama bikin penat juga setelah menempuh perjalanan 1 jam terbang dari Yogyakarta.


Rasa penat dan pusing itu baru terasa terbayarkan setelah nampak cahata oranye lembut menyapu pesisir berhiaskan pohon kelapa berjejer beberapa meter di depan. Rombongan tiba di Pantai Losari.


Keterangan gambar: Salah satu pemandangan di dermaga Pantai Losari. Jadi ingat Barcelona. Tapi apanya ya…?

“Woooww… Sunsetnya bagus.”, komentar singkat salah satu anggota rombongan yang sedari tadi hanya tertidur pulas di jok belakang minibus itu.

Memang tidak mengherankan jika ia berkomentar demikian. Walaupun saya bukan orang asli sini misalnya, mungkin saya akan berkomentar sama. Pantai losari memang memberikan romantisme tersendiri, apalagi menjelang petang. Hasil revitalisasinya yang menelan dana APBD lebih dari Rp 50 Miliar ini ternyata cukup relevan dan masuk akal. Terbukti, tingkat kunjungan wisatawan harian di kawasan wisata ini meningkat tajam setahun terakhir.

Rombongan nampak sangat menikmati suasana damai di sini, berbaur dengan ratusan wisatawan lain dan juga warga Makassar yang beraktivitas di sini. Wajar pula jika ini dimanfaatkan oleh banyak warga sektiar Losari untuk mengais rejeki. Restoran-restoran mulai bermunculan, apalagi pegagang kaki lima. Untuk wisata agak lama sudah tersedia pula penginapan yang terjangkau berupa cottage.




Keterangan gambar: Inilah sunset di Pantai Losari. Inilah pemandangan harian di sana. Oranye. (dari Novi Krisnawan)

Suara riak air beradu dengan suara bising angin yang menyapu telinga benar-benar melunturkan lelah. Bagi saya yang sudah lama tidak pulang kampung, rasanya bagaikan mengelupas rasa rindu satu-persatu dari kulit. Walaupun kami tidak sempat berbuat banyak karena harus mengejar jadwal tiba sebelum larut nanti malam, kami puas.

Untuk saat ini harus puasa sampai sebgitu dulu. Kami harus melanjutkan perjalanan. Dari pusat Kota Makassar kami menyusuri garis pantai menuju ke Timur. memang lebih enak menggunakan jasa travel semacam ini karena kita bebas keliling dan dijelaskan perihal tempat-tempat wisata terbaik.

Dari Pantai Losari kami melewati pelabuhan Tanjung Bunga, beberapa residence, dan kanan kiri kami diapit dua pemandangan yang sama indahnya. Di sebelah kanan kami nampak deretan kapal dan tanker yang tertambat oleh rantai-rantai besinya, sedangkan di sebelah kiri kami, di sebelah utara dari kejauhan nampak gedung raksasa yang saat ini naik pamor, yaitu Trans Studio.

Namun hari ini masih sangat panjang….

Keluar dari kota Makassar, sebagian besar yang terlihat hanyalah barisan rumah-rumah penduduk yang kesannya sederhana. Jalanan aspal yang lebih sempit juga memberikan rasa tersendiri di atas mobil ber-AC ini. Beberapa teman bahkan sudah kembali jatuh dalam tidur lelapnya.

Bagi saya, acara pulang kampung seperti ini tidaklah pernah terasa sama. Selalu ada saja yang beda dengan apa-apa yang terlihat di mata. Bangunan baru, jembatan baru saja dicat, bahkan tempat wisata baru.

Namun ternyata, mata saya tersayup dan menyerah juga. Rasa kantuk merayap menutupi kepala rasanya. Saya tertidur….

Permandian Ere Merasa'

Setelah 4 jam perjalanan melelahkan, akhirnya kami tiba di Kabupaten Bantaeng, sebuah kota kecil berpenduduk kurang lebih 170.000 jiwa, yang juga menawarkan sejuta panorama alam pesisir khas Sulawesi Selatan.

Saya tidak akan membahas ihwal lika-liku acara Lokakarya kami di sana. Yang saya coba uraikan adalah pengalam kami menikmati sejumlah tempat wisata di kota berjuluk “Butta Toa” (tanah tua) ini.

Setelah sehari penuh menyelenggarakan acara seminar, tim bisa sedikit bernafas lega karena sudah waktunya kembali melepas penat. Konflik-konflik internal kepanitiaan hingga hal-hal menyangkut pertanggunjawaban acara sejenak disingkirkan dulu.

Kota Bantaeng ini tergolong kota kecil. Luasnya sekitar 395 ribu km persegi. Kalau rasa-rasanya sich lebih mirip kota Jogja. Kondisinya inilah yang memungkinkan kami untuk mengunjungi beberapa tempat wisata sekaligus dalam sehari.

Pagi hari adalah waktu yang pas untuk menikmati segarnya air pegunungan dan sejuknya area persawahan.

Sesuai dengan rekomendasi penanggungjawab acara, Tim sepakat untuk mengunjungi Eremerasa. Objek wisata satu ini sangat khas karena berupa perpaduan kolam renang besar dengan sumber air langsung dari alam melalui batang-batang pohon raksasa berumu ratusan tahun. Letaknya yang jauh dari keramaian kota memberikan nilai kewajaran tersendiri sebagai objek wisata pelepas stres.




Inilah suasana kolam alam permandian Ere Merasa' di Bantaeng. Setidaknya ada 50 anak tangga yang harus kami turuni untuk sampai di kolam ini. Di depan bawah sana sudah nampak biru kristal air kolam yang mengkilat tersapu cahaya matahari yang jatuh di atasnya setelah melewati sela-sela hutan basah. Menakjubkan.

Dari gerbang tempat wisata ini rombongan yang beranggotakan 7 orang menghabiskan Rp 35.000,00 untuk biaya karcis masuk. Begitu masuk, maka kaki-kaki kami dengan hati-hati menapak tangga semen menurun yang membelah hutan tropis mengarah ke kaki bukit di depan. Dengan kondisi begini, wajar saja jika suhunya jauh lebih dingin daripada di kota yang baru memulai program tanam pohonnya.

Setidaknya ada 50 anak tangga yang harus kami turuni. Lelah belum terasa karena terselimuti rasa penasaran dan semangat. Dan benar saja, kembali kami berasa kagum akan alam ini. Di depan bawah sana sudah nampak biru kristal air kolam yang mengkilat tersapu cahaya matahari yang jatuh di atasnya setelah melewati sela-sela hutan basah. Menakjubkan.

“Ayo cepet," salah satu anggota tim berceloteh spontan. Langkahpun dipercepat.

Dan benar saja, pemandangan kolam berpadu himpitan bukit hijau ini benar-benar indah. Kaki-kaki kami yang melewati tembok lantai yang basah karena luapan air kolam mengalirkan kesegaran alami ke seluruh tubuh.

Suara-suara serangga khas hutan dan kupu-kupu beterbangan di atas air melengkapi petualangan mental kami sesampainya di sini. Tidak ada pilihan lain, mandi menceburkan diri di air dingin sembari menunggu makanan siap kami pilih untuk memanjakan diri. Kami bersatu dengan orang-orang yang sama dengan kami, menikmati alam dengan kolam.

Puas “main air” dan menikmati sajian jajanan khas seperti Nasi bakar aliar “Gogoso” dan pisang goreng, tim melanjutkan perjalanan.

Tanjung Bira

Kali ini kami tetap memilih wisata di sekitar pesisir. Tanjung Bira menjadi pilihan favorit yang langsung saja disetujui.

“Yang ini tak kalah indah dengan pantai Losari”, salah satu teman berpromosi, padahal ia juga belum pernah kesana, setahu saya.

Tanjung Bira terletak di Kabupaten sebelah, sekitar 40 km perjalanan normal dari Kota Bantaeng. Ini mengharuskan kami menempuh perjalanan setidaknya 2 jam. Kembali hal yang sama terlihat di dalam mobil. Ada ekspresi kagum, ada konsentrasi tinggi, selebihnya bisa ditebak. Tiduuuuurr….



Kawasan Tanjung Bira ini adalah kawasan pelabuhan dan wisata pantai yang menawarkan ciri tersendiri, yaitu pasir putih dan tanjung karang. Ada beberapa tempat di Indonesia yang menawarkan karakter wisata yang mirip. Yang ini, khas Pesisir Celebes.

Inilah Bira, salah satu daya tarik Pesisir Selatan Celebes.

Minat yang tinggi terhadap kehidupan laut, secara ilmiah dan alamiah, turut meleburkan kami dalam kesenangan luar biasa selama trip panjang minggu ini. Bira menjanjikan banyak hal. Pasir putih yang alami dan terjadi karena proses yang masih banyak dari kita belum tahu dan (mungkin) tidak mau tahu.

“Yang penting bisa liburan.”, mungkin begitu gumamannya.

Semuanya membuka cakrawala berpikir kami bahwa apapun perbedaan di antara kami satu tim, harus selalu ada yang bisa dibagi. Dan saat ini adalah momen bagi saya. Semoga teman-teman senang. Sebelum kembali ke kota tumbuh besar saya di Bantaeng, tak lupa saya berinisiatif mengajak sopir kami untuk sekadar mampir di kecamatan Tanahberu, Bulukumba.

Yang ingin saya perlihatkan kepada teman teman adalah hal hal seperti gambar di bawah, yaitu kawasan desa pembuatan kapal Phinisi, yang masih beroperasi walaupun terancam zaman.



Di dekat Bira, terdapat sebuah dusun yang sejak dulu terkenal sebagai asal nenek moyang pembuat Kapal Phinisi. Saat ini mereka masih membuat kapal, walaupun kebanyakan dipesan oleh orang asing. (dari website resmi pemerintah Kab. Bulukumba)

Pesisir Bantaeng

Hari kembali menjelang petang saat kami kembali memasuki gerbang Kota Bantaeng. Lumayan lelah juga rasanya. “Lelah banget malah!”, kelakar salah seorang teman menanggapi ucapan saya yang seperti itu.

Sebagai penutup hari, setelah tim disuguhkan setumpuk pemandangan yang jarang bisa disaksikan dengan rasa puas, kami beristirahat sejenak sebelum balik ke penginapan.

Adalah pesisir Bantaeng sendiri yang menjadi tempat istirahat kami, yaitu kawasan Pantai Selatan Bantaeng. Ya, jangan dikira yang dijuluki “pantai selatan” hanya Parangtritis-nya Jogja saja. Saya termasuk orang yang beruntung karena bisa menikmati tinggal di dua kota berbeda, namun memiliki banyak kesamaan, seperti Pantai Selatan ini.



Suasana di sini lebih rileks, santai dan penuh obrolan “ngalur-ngidul”. Deretan kursi kafe outdoor di bawah barisan pohon kelapa yang tak terlalu tinggi menemani kami menghabiskan kesempatan melihat sinar matahari hari ini.

Kembali kami terbuai oleh pemandangan sunset yang memukau, lengkap dengan riak air yang lirih berlomba-lomba dengan suara mesin-mesin perahu kecil nelayan penangkap ikan. Lengkaplah semua dengan hidangan kopi krim hangat, es kelapa muda, dan gorengan tahu. Tim kembali berafirmasi. Menyatu dengan alam, menikmati alam. Saya turut senanglah.

Ah, semoga beberapa kesempatan yang kubagi bersama-teman dari pulau seberang ini bisa memberikan warna tersendiri dalam perjalanan hidup masihng-masing kami mencari arti kebersamaan dan pertemanan.

Acara kami berjalan walaupun banyak masalah di sana-sini. Yang terpenting adalah, cara kami menikmati perjalanan sepekan di sini memberikan nilai yang jauh lebih berarti bagi kami ketimbang hal-hal yang “hanya” terlihat. Paling tidak, senanglah saya jika suatu nanti salah satu dari anggota tim mau kembali ke sini, atau berbagi catatan perjalannya.

Di tempat saya tumbuh dewasa inilah, saya harus kembali. Membangun, bertumbuh, meniti kebanggaan. Saya yakin teman-teman nanti punya cerita sendiri-sendiri untuk dibagi. Kelak, jika kesempatan itu masih ada.

Sampai di sini dulu catatan perjalanan saya dan Tim menapaki pesisir selatan Celebes. Yang kami upayakan adalah membangun pemikiran bahwa dunia ini masih luas kok. Semuanya bisa dijelajahi, karena semuanya menawarkan keindahan sendiri-sendiri untuk dicatat atau sekedar diucapkan syukur. Insya Allah kami punya banyak kisah untuk diceritakan setibanya kembali kami di Jogja esok.

Well, terima kasih sudah bersama saya. Sampai jumpa di trip-trip selanjutnya.

Mengupas Indonesia Penuh Arti

[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/]

Tidak ada komentar: