Jumat, 04 Maret 2011

Kejari Bulukumba Mesti Prioritaskan Dugaan Gratifikasi


Dugaan gratifikasi dalam pengerjaan proyek dana alokasi khusus (DAK) Pendidikan 2010 ternyata mendapat perhatian banyak pihak. Termasuk kalangan pengamat dan aktivis anti korupsi. Abraham Samad misalnya menegaskan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulukumba mestinya menjadikan kasus tersebut sebagai prioritas.

--------------------

Kejari Bulukumba Mesti Prioritaskan Dugaan Gratifikasi

Harian Fajar, Makassar
Jumat, 04 Maret 2011
http://www.fajar.co.id/read-20110303174259-kejari-mesti-prioritaskan-dugaan-gratifikasi

MAKASSAR -- Dugaan gratifikasi dalam pengerjaan proyek dana alokasi khusus (DAK) Pendidikan 2010 ternyata mendapat perhatian banyak pihak. Termasuk kalangan pengamat dan aktivis anti korupsi. Abraham Samad misalnya menegaskan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulukumba mestinya menjadikan kasus tersebut sebagai prioritas.

"Kasus tindak pidana korupsi, gratifikasi, suap, itu semua harus menjadi prioritas aparat penegak hukum. Sebab, itu sudah menjadi program kerja lembaga penegak hukum dan memang sudah ada MoU (memorandum of understanding, red)," kata Abraham, Kamis, 3 Maret 2011.

Bila tidak ditindaklanjuti, kata dia, masyarakat tentu akan memiliki penilaian-penilaian tersendiri atau akan muncul dugaan-dugaan. Misalnya, masyarakat bisa menduga bahwa aparat penegak hukum itu tidak serius menangangi persoalan-persoalan seperti itu.

"Bisa juga akan muncul dugaan yang lebih buruk lagi bahwa aparat penegak hukum tidak serius menindaklanjuti masalah itu, karena mereka juga ikut bermain di dalamnya," urai Abraham.

Karena itu, lanjutnya, supaya tidak muncul dugaan-dugaan yang menyudutkan aparat penegak hukum, perhatian dan prioritas harus diarahkan pada persoalan tersebut.

Pakar Hukum Pidana dari UMI Prof Dr Hambali Thalib SH MH juga angkat bicara. Kata dia, masalah gratifikasi itu menyangkut pemberian dalam dimensi yang luas. Bisa saja dalam bentuk diskon, bisa dalam bentuk fasilitas, apalagi kalau sudah terang-terangan dalam bentuk uang, meski dengan kedok tertentu, seperti sumbangan kepada pejabat negara yang berkaitan dengan kewenangannya.

"Konteks pemberian kepada bupati itu dalam kewenangan sebagai penentu proyek di suatu daerah memang sangat mungkin terjadi," kata Hambali.   

Dijelaskan, berdasarkan pasal 12b ayat (1) sub a UU 20 tahun 2001 tentang Tipikor, bagi yang diduga menerima di atas Rp 10 juta itu wajib membuktikan bahwa apa yang diterimanya itu bukan suap yang mempengaruhi jabatan dan kewenangannya. Termasuk dalam penentuan proyek.

"Bila tidak, ini ancaman hukuman pokoknya seumur hidup dengan sanksi pidana penjara minimal empat tahun atau denda Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar," urai Hambali.

Terkait masalah di Bulukumba yang menjadi perhatian publik, Hambali menegaskan, Kejari harusnya proaktif menelusuri kebenaran informasi yang sudah berkembang. Sebab, apa yang mengemuka selama ini sudah bisa menjadi bukti petunjuk atau bukti awal untuk melakukan penyelidikan.

"Ini penting dilakukan Kejaksaan supaya tidak terkesan tidak memiliki kepedulian pada masalah yang diduga merugikan negara," kata Hambali. (*/har)

[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]

1 komentar:

Sufriaman Amir mengatakan...

Lagi - lagi ini adalah tugas berat buat penegak hukum, terutama yang berada di kabupaten bulukumba,,
semoga kasus ini bisa terungkap,,
dan semua orang yang terlibat didalamnya bisa di jerat tindak pidana