Senin, 14 Maret 2011

Pantai Bira (Sebuah Catatan Persahabatan)


MENATAP LANGIT. Saya bersama teman-teman foto bersama sambil menatap langit biru di Pantai Tanjung Bira Bulukumba, pada akhir tahun 2009. Kami tiba di Bira sekitar pukul 04.00 Wita, beristirahat sejenak dan kemudian menikmati suasana serta keindahan Pantai Bira. (Foto-foto: dok. pribadi Kali Siregar)

------------------

Pantai Bira (Sebuah Catatan Persahabatan)

Oleh: Kali Siregar



31 August 2010
Direkam dari kompasiana.com
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2010/08/31/pantai-bira-sebuah-catatan-persahabatan/?ref=signin

Di penghujung tahun 2009, saat-saat mendekati cuti tahun baru, kampus (IPDN Regional Makassar) berbesar hati mengeluarkan kami dari ‘kandang’. Angin segar yang disambut dengan penuh suka cita setelah berjuang ‘hearing’ dengan petinggi-petinggi di kampus.

Dengan alasan ‘refreshing’ usai ujian tengah semester, kebijakan di kampus pun melunak. Ada IB (izin bermalam) bagi Madya Praja, apel pelepasan Sabtu pagi dan penerimaan IB Minggu malam jam 7.

Seperti biasa, aku sama sekali tidak tertarik yang namanya IB, mau kemana juga pikirku. Beginilah Makassar, mau jalan-jalan cuma seputar Panakukang, Losari, dan Mall Ratu Indah.

Kalau mau ke Tana Toraja, harus gali ATM lagi, padahal uang saku empat bulan sengaja dipendam untuk persiapan cuti tahun baru. Sudah terbayang, bakalan bermalam di barak dan lagi-lagi mencuci baju.

Sampai akhirnya, seorang teman asal Payakumbuh, Handry, nawarin jalan-jalan ke Tana Toraja. Kebetulan kekurangan personil buat patungan sewa mobil. Jadilah kami ke Tana Toraja bertujuh tanpa tau rute ke Tana Toraja.

Kepergian kami ke Tana Toraja bisa dibilang nekat. Perjalanan yang kami kira 5-6 jam dari Makassar, ternyata harus ditempuh selama 12 jam. Itupun baru tau setelah di perbatasan Kabupaten Barru dengan kota Pareparenya pak Habibie.



Kami pun memutuskan balik ke Makassar, karena kalau memaksakan ke Tana Toraja, berarti harus menanggung risiko terlambat apel. Ide gila muncul dari Handri. Pantai Bira, katanya. Sempat ada penolakan dari Syalimin, temanku asal Kepulauan Natuna, sampai akhirnya semua satu suara ke Pantai Bira.

Kalau di peta Sulawesi Selatan, Tana Toraja itu ke arah utara Makassar, sedangkan Pantai Bira selatannya. Kami pun sampai di Makassar jam 12 malam waktu Indonesia tengah dan langsung bergerak ke selatan menuju Bulukumba.

Makassar-Pantai Bira kurang lebih 4-5 jam dengan jalanan yang cukup lengang dan untungnya lurus-lurus saja. Maklumlah tak ada satupun di antara kami yang pernah kesana dan punya sanak saudara di Makassar ini. Dalam petualangan kami, google search berperan penting sekali agar tidak tersesat.

Sebelum memasuki Kabupaten Bulukumba, ada pemeriksaan dari pos polisi. Ini dikarenakan Bulukumba merupakan lintas terakhir selatan pulau Sulawesi. Kami diperiksa satu persatu, maklumlah wajah dan logat kami tidak kesulawes-sulawesian, semuanya berlogat Batak, Padang, Melayu, dan Jawa.


Untungnya, baju yang kami pakai kaus dalam pembagian yang ada tulisan IPDN. Pemeriksaan pun berubah jadi perbincangan hangat seputar Pantai Bira. Setelah diizinkan jalan, masalah muncul. Mobil tak mau jalan alias mogok. Praktis semua turun mendorong. Dari sinilah, setiap berhenti, mobil kami selalu mogok dan harus didorong dulu. Salah satu momen itu kuabadikan dalam bentuk video, lucu sekali.


Jam 4 pagi kami sampai di Pantai Bira. Dino, temanku dari Payakumbuh, yang sedari awal di belakang stir langsung tidur, sedangkan yang lain berhambur di pantai. Aku pun iseng-iseng menguji kehalusan pasirnya yang digadang-gadangkan seperti tepung. Dan tak salah, pasir di pantai ini tak berbeda jauh dengan halusnya tepung.

Jam 5 pagi, kami mencari masjid dan sarapan di sekitar pantai yang ternyata jauh sekali dari lokasi wisata. Usai sholat subuh, sarapan pagi dengan buras di sekitar pantai. Asyik sekali. Oh ya, sejak di Makassar lah aku pertama kali makan indomie kuah atau bakso dicampur lontong yang dibungkus kecil dengan daun pisang atau disebut buras disini. Buras ini biasa dihargai Rp 1.000 per buah. Satu lagi, di Makassar lah pertama kali saya makan bakso pakai jeruk nipis yang sesuka kita mau berapa buah.

Selebihnya, saya tak berbicara banyak tentang Pantai bira, karena pantai dimanapun sama saja. Keunikan Pantai Bira terletak pada pasirnya yang halus dan karang-karang yang berada di bibir pantai. Di Medan, tidak ada yang seperti ini, makanya menjadi nilai lebih bagi saya.

[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]

1 komentar:

Asnawin Aminuddin mengatakan...

bagaimana kabarnya, tugas dimana sekarang... salam buat teman2 semua....