Selasa, 22 Februari 2011

Banyak Eksporter Berburu Cottonii Kering Bulukumba


Dengan anggota kelompok sekitar 70 petani, produksi kelompok tani Juku Ejaya, di Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, bisa mencapai rata-rata 40 ton cottonii kering sebulan. Harga cottonii kering lima tahun lalu pada kisaran Rp 3.000 – 5.000 juga telah berubah menjadi Rp 8.000 – 12.000 ditingkat petani. (foto: int)

Sejuta Peluang Usaha, Bercocok Tanamlah di Laut
- Banyak Eksporter Berburu Cottonii Kering Bulukumba





Oleh: Boedi Julianto
(Networker who like sharing and connecting to the people in Social Media. Penikmat sepak bola yang menjadi penjaga gawang di situs www.seaplant.net dan www.jasuda.net)

3 December 2010
http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2010/12/03/sejuta-peluang-usaha-bercocok-tanamlah-di-laut/       

Ada sejuta peluang usaha bagi mereka yang mau bekerja dan hidup sejahtera. Luas laut Indonesia yang mendekati 70% dari luas wilayah Nusantara bisa jadi tempat usaha bagi mereka yang tak punya kebun dan sawah. Bercocok tanamlah di laut. Hanya perlu waktu 45 hari untuk menuai hasilnya. Jika beruntung, investasi langsung kembali dalam empat bulan atau dua kali masa tanam saja. Mau tau peluang usahanya? Tanamlah cottonii.

Lima tahun lalu, saya mengenal Kappaphycus alvarezii yang sangat sexy dengan nama dagang cottonii. Mungkin saya termasuk beruntung karena bisa mengenal cottonii langsung dari pakar dunia, orang Kanada yang lebih dari 40 tahun berkecimpung di bisnis rumput laut, dan sekarang menjadi Presiden International Seaweed Association. Hanya mereka yang memberi kontribusi nyata dalam perumputlautan dunia yang bisa jadi anggotanya. Suatu saat saya ingin jadi anggotanya.

Cerita tentang cottonii memang menarik hati. Terus terang saja, saya langsung terpikat, jatuh hati dan meninggalkan kemapanan hidup di Jakarta. Berkelana dan bergelut dengan cottonii. Berjalan menyusuri ribuan kilometer pesisir pantai dan lautan yang terbentang luas di Indonesia Timur. Belajar menanam cottonii dari petani Maumere, Lembata, Alor, Rote, Kupang, Lombok, Bali, Buton, Bontang, Gorontalo, Parigi, Kendari dan pesisir Sulawesi Selatan yang terbentang dari Takalar – Bulukumba dan Bone - Luwu. Ah terasa sekali nikmatnya. Saya menemukan kearifan lokal petani dan budayanya, yang hanya bisa ditemukan di universitas kehidupan Nusantara.

Lima tahun berlalu begitu cepat. Ada puluhan ribu petani cottonii. Ratusan ribu bentang cottonii ditanam di laut. Beberapa petani sukses menjadi pengusaha cottonii. Tentu saja petani yang rajin dan tahan banting yang berhak jadi pengusaha.


Jubair, petani Bulukumba yang menjadi ketua kelompok tani Juku Ejaya boleh berbangga karena selalu menyabet juara lomba kelompok tani di tingkat provinsi dan nasional. Produksi Juku Ejaya tahun ini telah meningkat lebih dari 400% dari lima tahun lalu dan kualitas cottonii keringnya nomer satu, sehingga banyak eksporter yang berburu cottonii kering Bulukumba.

Dengan anggota kelompok sekitar 70 petani, produksi Juku Ejaya bisa mencapai rata-rata 40 ton cottonii kering sebulan. Harga cottonii kering lima tahun lalu pada kisaran Rp 3.000 – 5.000 juga telah berubah menjadi Rp 8.000 – 12.000 ditingkat petani. Artinya kelompok tani Juku Ejaya paling tidak bisa mendapatkan hasil penjualan Rp 400.000.000 sebulan dengan harga cottonii kering saat ini Rp 10.000/kg di Makassar. Jika dirata-rata setiap petani punya penghasilan Rp 5.714.285 perbulan.

Berapa uang yang harus diinvestasikan untuk menanam setiap hektar cottonii di laut? Ternyata cukup besar juga, berkisar antara Rp 35.000.000 - 40.000.000. Tergantung dengan letak lokasi, kedalaman laut dan biaya operasionalnya. Investasi sebesar itu hanya sekali untuk 4 – 5 tahun. Paling banyak investasi dipakai untuk pembuatan kapling atau kebun cottonii. Satu hektar membutuhkan tali bentang berupa tali nilon diameter 6-8 mm sebanyak 100 tali x 100 meter atau 200 tali x 50 meter, ditambah tali utama (kapling) dan jangkar ukuran diameter 10 -12 mm. Hitungan kasarnya perlu biaya sekitar Rp 20.000.000 untuk tali. Satu hektar memerlukan bibit 5 ton, dengan harga Rp 2.000/kg diperlukan Rp 10.000.000 untuk beli bibit. Selebihnya untuk biaya jangkar, botol pelampung, tali pengiikat bibit (raffia) dan operasional satu kali masa tanam sekitar 45 hari (crop cycle).

Berapa hasil produksi cottonii per hektar setelah 45 hari? Inilah yang menarik bagi mereka yang mau menangkap peluang usaha cottonii. Berdasarkan pengalaman, satu hektar lahan bisa menghasilkan cottonii kering antara 2 – 4 ton/crop cycle tergantung musim dan kesuburan lokasinya. Ambil saja nilai tengahnya 3 ton cottonii kering/crop cycle dan harga cottonii kering paling rendah ditingkat petani Rp 8.000/kg, maka crop cycle pertama hasil penjualan Rp 24.000.000 masuk kantong. Artinya sudah 50% investasi kembali. Berikutnya tinggal mengulang saja dan keluar biaya operasional yang tak lebih dari Rp 4.000.000 / crop cycle.




Bibit tidak perlu beli lagi karena bisa diperoleh dengan memangkas dan menanam kembali ujung cottonii muda yang akan berlipat ganda 4 - 7 kali berat semula selama 45 hari. Tali raffia bisa dipakai 1-2 kali crop cycle, botol pelampung 2-3 kali crop cycle, tali bentang, kapling serta jangkar mampu bertahan 4-5 tahun. Satu tahun tanam cottonii di lokasi yang bagus bisa 4-5 crop cycle, lokasi normal 2-3 crop cycle dan lokasi jelek hanya 1-2 crop cycle yang harus dihindari kalau tak mau merugi.

Peluang usaha cottonii masih terbuka. Cottonii sebagai bahan baku kappa karaginan atau tepung rumput laut, masih sangat dibutuhkan berbagai macam industri. Kappa karaginan berfungsi sebagai emulsifier, stabilizer dan humektan. Industri makanan, minuman, farmasi, kosmetik dan tekstil memerlukan kappa karaginan yang sampai saat ini harganya masih lebih murah dari pada gelatin.

Sebagai gambaran saja, rasio kappa karaginan dengan cottonii kering satu banding lima. Satu produk minuman jelly yang terkenal di Indonesia memerlukan 40 ton kappa karaginan/bulan. Artinya dibutuhkan 200 ton cottonii kering/bulan untuk membuat satu item produk jelly drink. Produk seperti sosis, ice cream, beer, kapsul, lotion, pasta gigi juga menggunakan kappa karaginan.

Jadi tunggu apalagi, cepatlah cari lokasi, bentangkan tangan dan tanamlah cottonii. Indonesia punya 81.000 kilometer garis pantai dan 5,8 juta kilometer persegi luas lahan di laut yang menunggu untuk ditanami cottonii. Ada sejuta peluang usaha dari cottonii. Lahan terbentang luas tidak perlu membeli. Ah… betapa nikmatnya hidup di negeri bahari.

[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]

Tidak ada komentar: