Senin, 21 Maret 2011

Tak Ada yang Tak Indah di Tanjung Bira


TANJUNG BIRA. Apa yang Anda bayangkan bila sedang berada di spa dengan suara ombak dan aroma air laut? Pasti ingin berlama-lama rasanya. Begitu juga yang Anda rasakan jika di Tanjung Bira. Pasirnya yang putih dan lembut sangat menggoda. (Foto: Nury Sybli)

---------------------

Tak Ada yang Tak Indah di Tanjung Bira

Oleh : Nury Sybli
Okezone
Senin, 21 Maret 2011
http://travel.okezone.com/read/2011/03/21/410/437141/tak-ada-yang-tak-indah-di-tanjung-bira

Apa yang Anda bayangkan bila sedang berada di spa dengan suara ombak dan aroma air laut? Pasti ingin berlama-lama rasanya. Begitu juga yang Anda rasakan jika di Tanjung Bira. Pasirnya yang putih dan lembut sangat menggoda.

Dengan kaki telanjang pada sore yang hangat menapaki bibir pantai yang tidak jauh dari penginapan amatlah menyenangkan. Bukan hanya putih, bersih, pasir di sini sangat lembut dan mengeluarkan aroma khas pantai. Rasanya seperti  berada di sebuah salon dengan pelayanan scrubbing terbaik.

Bila di banyak pantai karang dan bebatuan kerap menganggu keluasan pandangan kita, tidak di Tanjung Bira. Seperti pagar yang tertib dan tahu diri, batu karang berjajar di sisi ujung kiri pantai, berdiri tegak, kokoh. Tata letak yang jarang kita temui seolah tahu betul bagaimana pantai ini harus memanjakan manusia. Jadilah kita hanya menjejakkan kaki di kelembutan pasir dan menghadapi laut layaknya kolam tak berbatas.

Benar saja, rasanya pantai dengan karang di kaki umumnya tidak disukai para wisatawan. Sulit pula untuk berenang. Sungguh Pantai di ujung Sulawesi Selatan ini memberikan pesonanya sendiri.

Bila tidak ingin berlama-lama berdiri memandangi indahnya pantai, cobalah terjun ke dalam air yang jernih luar biasa, selami ayunan ombak yang tenang perlahan-lahan dan kecipak tubuh kita. Percayalah, berada di dalamnya membuat kita tidak ingin beranjak.

Aroma pantai yang sejuk, langit yang indah, biru laut dan putihnya pasir pasti menggoda siapa pun untuk mengapungkan diri mengikuti gelombang dan mata angin. Begitu pun saya. Dengan ban bekas yang disewakan saya terapung mengikuti arus. Sayang waktu sangat cepat berlalu, hari semakin gelap. Saya pun harus beranjak meninggalkan pantai untuk membersihkan diri dan meninggalkan keasyikan tak berperi.

Tapi ada yang lupa, di mana matahari tenggelam? Baiklah, kalau memang sunset tidak saya jumpai, besok saya akan berburu sunrise. Kelembutan sinar matahari pada dua peristiwa sehari-hari di pantai itu selalu memesona.

Alarm jam membangunkan saya pada pagi pukul 04.00 Wita. Langsung saya tenteng kamera, duduk di teras penginapan menunggu matahari mengintip kehidupan manusia di bumi. Ah, hingga pukul 06.00 tidak saya jumpai juga. Rupanya sunrise terhalang pulau. Dia muncul di balik pulau di horizon sana. Itu tentu tidak menyurutkan langkahku mengabadikan indahnya Tanjung Bira di pagi hari.

Langit biru, awan kapas yang menyembur dan terpencar, kapal-kapal nelayan yang berdatangan menjadi pemandangan pagi hari. Cakrawala di kepala jadi luas. Semua kapal yang digunakan nelayan adalah kapal buatan sendiri, alias asli produksi Indonesia.

Terang saja, Kota Bulukumba (41 km dari Tanjung Bira) adalah kota penghasil kapal pinisi terbesar dan terbaik di dunia. Jika Anda ingin ke Tanjung Bira, dari Makassar akan melewati pemandangan perajin kapal pinisi dengan berbagai ukuran. Dari ukuran penumpang 10 orang hingga ukuran raksasa berkapasitas ratusan orang.

Sebelum sampai Tanjung Bira, sejenak saya hampiri para perajin yang tengah membuat kapal pinisi. Dengan kain sarung khas Bulukumba, salah seorang haji pemilik kapal menunjukkan paku yang mereka gunakan. Sebuah paku yang terbuat dari kayu dengan ukuran hampir selengan. Sederhana tetapi sangat bernilai.

Usai mengabadikan beberapa titik pantai, saya tidak ingin berlama-lama lagi untuk berendam dan bermain-main di laut. Di depan penginapan karang besar membentuk seperti tebing. Saya turun menapaki anak tangga. Lagi-lagi pasir putih di dasarnya menggoda saya untuk menyelam. Belum lagi anak-anak ikan berarak mengelilingi saya. Pagi yang tak akan terlupakan indahnya.

Bagaimana menuju Tanjung Bira?

Tanjung Bira terletak di daerah ujung paling selatan Provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba.

Perjalanan dari Kota Makassar ke Tanjung Bira bisa ditempuh dengan waktu empat sampai lima jam. Untuk menuju kesana, anda dapat memilih kendaraan rental (sewa), atau kendaraan umum yang tersedia di Malengkeri (Kota Makassar). Dari terminal ini bisa naik bus tujuan Bulukumba atau yang langsung ke Tanjung Bira.

Di kawasan wisata Tanjung Bira angkutan  umum beroperasi hanya sampai sore hari. Jika pengunjung harus kembali ke Kota Makassar pada sore itu juga, di sana  tersedia mobil carteran (sewaan) dengan tarif sekitar Rp 500.000 - Rp 600.000.

Berdirilah di bibir Pantai Bira, di kaki langit tampak ada sesuatu seperti semut berarak. Garis melintang berwarna hijau itu bukan semut berarak ternyata, melainkan Pulau Kambing. Pulau yang bentuknya memanjang ini sangat seksi untuk hanya dilihat dari peta.

Untuk mencapai ke pulau Kambing, para nelayan menyediakan penyeberangan dengan frekuensi dua sampai tiga kali dalam sehari. Ongkosnya terbilang murah. Satu feri disewakan seharga Rp 250.000 dengan kapasitas penumpang 8-10 orang. Artinya, satu orang hanya mengeluarkan ongkos minimal Rp 25.000.

Apa yang bisa dinikmati di pulau Kambing?

Nemo, pasir putih, snorkeling, diving, bakar ikan, semua bisa dilakukan di pulau ini. Nama Tanjung Bira memang kurang popular dibandingkan dengan Bali, Lombok, atau Raja Ampat. Tetapi birunya alam Bulukumba tidak kalah seksi dengan pantai-pantai berpasir putih di Indonesia. (uky)

-----


Nury Sybli lahir pada 22 Sepetember 1978 di Serang, Banten. Menyelesaikan pendidikan Magister Komunikasi, Corporate Public Relations, dari Universitas Moestopo, Jakarta. Sebelumnya, gelar Sarjana Agama diraihnya dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN, sekarang Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada tahun 2001. Ia mengawali karier jurnalistiknya sebagai reporter di harian Rakyat Merdeka pada April 2001 hingga Mei 2004. Kemudian sebagai equities reporter di kantor berita Thomson Reuters hingga akhir 2009. Saat ini ia aktif sebagai penulis dan freelance media relations beberapa perusahaan terbuka sambil menekuni hobi di dunia photography. Ia dapat ditemui di www.sybli.com. (http://www.lenteratimur.com/kontributor/nury-sybli/)

[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]

Tidak ada komentar: