Minggu, 20 Maret 2011

Lemah, Dokumen Pemerintah Bulukumba


DISEGEL. SD 231 Bontonyeleng, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, sempat disegel selama kurang lebih satu bulan oleh warga yang mengklaim lahan tanah tempat berdirinya sekolah tersebut sebagai miliknya dan meminta kepada Pemda agar segera dibayarkan ganti rugi. (Foto: Arman/Fajar)

-----------------------------

Lemah, Dokumen Pemerintah Bulukumba

Harian Fajar, Makassar
Minggu, 20 Maret 2011
http://www.fajar.co.id/read-20110320062512--dokumen-pemerintah-lemah

MUNCULNYA klaim lahan sekolah yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir di Bulukumba, mendapat sorotan keras dari legislator. Menurut dewan, pemerintah terkesan menganggap remeh persoalan hak atas lahan sekolah. Ironisnya, dokumen yang dimiliki pemerintah sangat lemah. Tidak hanya persoalan bukti sertifikat, tapi juga asal usul penyerahan lahan (hibar) dari warga kepada pemerintah.

Anggota Komisi D DPRD Bulukumba, Fahidin menyatakan bahwa kesalahan utama pemerintah lantaran sampai saat ini klaim lahan pemerintah masih sebatas ungkapan lisan berupa pemberian dari orang sebelumnya. Fahidin juga menilai pemkab tidak memiliki data yang akurat untuk menggambarkan secara detail tentang hak kepemilikan lahan mulai awal hingga saat ini.

"Dengan berpegang pada pernyataan lisan bahwa lahan itu sudah dihibahkan, sangat sulit bagi pemerintah untuk meyakinkan warga yang mengklaim lahan tersebut. Makanya, langkah yang harus dilakukan saat ini adalah mendata dulu semua sekolah yang berpotensi bermasalah lalu mulai sekarang telusuri dokumen pengalihan haknya. Kalau begitu kan berproses hukum pun pemerintah akan aman," kata Fahidin.

Fahidin menentang keras sikap warga yang melakukan penyegelan sekolah. Menurutnya, hal ini tidak seharus dilakukan karena mengganggu proses belajar di sekolah. Kalaupun, kata dia, ada klaim lahan seharusnya ditempuh dengan jalur hukum tanpa menghambat pembelajaran. Lagi pula jika memang dipengadilan dimenangkan warga, maka secara otomatis lahan tersebut akan diberikan sepenuhnya.

"Nah kalau yang begini saya pikir pemerintah harus tegas. Jangan dibiarkan karena kasihan anak-anak yang mau sekolah. Kalau warga berkeras saya kira kan ada alat pemerintah," katanya.

Kepala Disdikpora Bulukumba, Andi Akbar Amier menegaskan bahwa warga yang mengklaim lahan sama sekali tidak punya dasar.

Akbar beralasan, Dia meminta warga yang mempersoalkan lahan ini agar memproses pada ranah hukum untuk memastikan klaim tersebut. Dia juga berulang kali menegaskan bahwa pihaknya akan menindak tegas warga jika kembali melakukan penyegelan sekolah.

Soal ganti rugi lahan, Akbar menyatakan bahwa pihaknya siap membayarkan ganti rugi lahan jika memang warga memiliki bukti kuat atas klaim tersebut. Soal gedung SD 308 Bongaya misalnya, Akbar menyatakan bahwa pihaknya akan turun langsung untuk mendengar pendapat warga dan membicarakan kemungkinan untuk membayar ganti rugi lahan tersebut.

"Kami sudah dengar penyegelan tersebut. Kita pasti akan mencari solusinya karena memang sangat merugikan siswa yang bersekolah. Ini sudah pernah dibicarakan, dan akan dibayar ganti ruginya jika memang dinilai pantas untuk dibayarkan," kata Akbar.

Soal data sekolah yang bermasalah secara detail. Kepala Bagian Sarana Disdikpora, Iwan Nur yang coba dimintai keterangan justru menghindar.

"Siapa yang bilang ada masalah, tidak ada," katanya. (arm)

[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]

1 komentar:

H.H. mengatakan...

Pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan harus mengambil tindakan awal yg bisa dilakukan :

1. mengajak semua sekolah untuk kembali melakukan inventarisasi lahan, bangunan.
2. dapat melakukan konfirmasi ke Dinas Pendidikan kab. SOPPENG yang telah melakukan pelatihan manajemen aset tingkat Sekolah bahkan sampai pada sesi Preventive maintenance.
3. menggunakan tools yang sederhana Ms-Excel (aplikasi gratis).
4. menyajikan informasi secara agregat yang sejalan dengan kebutuhan DPPKAD, jadi prinsipnya sekaligus membantu DPPKAD untuk menghitung kembali aset pemerintah yang sebenarnya.