Sabtu, 09 April 2011

Aspar Paturusi: Puisi, Sinetron & Bola


ASPAR PATURUSI. Bagaimana seorang ibu menyanyikan doa-doa kepada buah hatinya sejak bayi lahir sampai dewasa kelak. Saya menangkap sukma dari syair-syair yang tercipta dari Aspar Paturusi sebagai suatu refleksi “Kejujuran dan Ketaatan” bersumber dari norma-norma kehidupan yang terserap di kampung kelahirannya, Bulukumba.

(Menyambut Peluncuran dan Bedah Buku "Badik")

Oleh : Fiam Mustamin

Harian Fajar, Makassar
Sabtu, 09 April 2011
http://www.fajar.co.id/read-20110408231651-aspar-paturusi-puisi-sinetron--bola

SEPULUH April 2011 ini merupakan momentum khusus bagi Aspar Paturusi yang meluncurkan Antologi kumpulan 270 judul karya puisinya “Badik” yang bertepatan pada kelahirannya yang ke-68 tahun (10 April 2011). Aspar -- begitu sapaan akrabnya adalah seniman penyair, teaterawan, penulis novel, pemain film dan sinetron dan juga eks pemain bola.

Pada tulisan ini saya tidak mengupas tentang karya-karya tersebut tetapi lebih melihat kepada sosok pribadi dan totalitas Aspar di dalam melakoni aktivitasnya sehari-hari, menulis puisi, dan bermain sinetron yang dipopulerkan dengan karya Fim Televisi (FTV) yang digelutinya sejak tahun 1980-an.

Sebelum itu Aspar adalah penggiat teater yang menulis naskah dan menyutradarainya, karyanya antara lain; Samindara, Perahu Nuh II & Jihadunnafsih yang dipentaskan di Makassar dan Jakarta. Di masa-masa itu Aspar juga menulis novel antara lain; Arus, Pulang, Anak Kampung si Epin yang menjadi pemenang sayembara mengarang roman Dewan Kesenian Jakarta.

Saat ini Aspar tidak lagi menulis naskah teater dan menyutradarainya. Dia lebih banyak menjadi juri Festival Teater di Jakarta dan tampil membacakan puisi-puisinya di forum-forum tertentu antara lain di acara partai (sebagai eks Aktivis Partai Amanat Nasional) serta di acara Komunitas Kultural di Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) reuni Ulang Tahun Almamater Universitas Hasanuddin Makassar. Menarik dari penampilan Aspar bersama sang istri Sulasmi bila membacakan puisinya seperti Koor atau Duet “Tidurlah tidur Anakku” dan ”Lakekomae”. Kedua puisi ini sangat akrab dengan suasana emosi dan budaya orang Bugis Makassar.

Bagaimana seorang ibu menyanyikan doa-doa kepada buah hatinya sejak bayi lahir sampai dewasa kelak. Saya menangkap sukma dari syair-syair yang tercipta dari Aspar sebagai suatu refleksi “Kejujuran dan Ketaatan” bersumber dari norma-norma kehidupan yang terserap di kampung kelahirannya, Bulukumba.

Penggambaran simbolik “Badik dan Laut” begitu dalam dan luas tak terbatas menjadi objek Observasi dan Inspirasi karya karya syair Aspar.

Menghimpun yang Terserak

Peluncuran sebuah buku karya sastra puisi bisa lebih menarik dan atraktif dikemas sebagai sebuah fragmen pertunjukan selain adanya pembicara yang memberikan telaah secara tematik dan ekstetika. Peluncuran karya buku puisi “Badik” buku setebal 370 halaman kali ini di Graha Pena Fajar yang disponsori oleh Fajar Group dikandung maksud sebagai suatu forum silaturahmi para seniman dan budayawan segenerasi Aspar dan keluarga/kerabat yang sudah mendahului yang bisa diurut dari sejak tahun 1960-an.

Ada 30 tokoh budayawan Sulsel, aset bangsa kelahiran Sulawesi Selatan telah mengukir karya untuk peradaban bangsanya, sebut antara lain; J. Tatengkeng, Mattulada, Hamzah Dg Mangemba, M.N. Syam, Indra Chandra, Arsal Al Habsy, Husni Djamaluddin, Djamaludin Latief, S.A. Yatimayu, Ali Walangadi, Anwar Ibrahim, Ikhsan Saleh, Saleh Mallombasi, Abdul Rajab Fatah, Andi Nani Sapada, Ida Yusuf Madjid, Hisbuldin Patunru, Bora Daeng Irateh, Baharuddin Mandjia, Abdul Rahman Daeng Rombo, Rahmansyah, Sirajudin Bantang, dll.

Mereka-mereka itu telah menciptakan karya dan pemikiran pada masa hidupnya untuk kesenian dan kebudayaan yang perlu dirangkum (diabadikan) sebagai referensi pustaka kekayaan budaya bangsa Sulawesi Selatan.

Di tengah maraknya pembangunan infrastrktur dan fisik gedung di era globalisasi saat ini, kita tidak boleh kehilangan jatidiri. “Ruh” yang memberi penguatan dan landasan dari semua apa yang dibangun atas nama modernisasi dan kemajuan. Mestinya ada perimbangan dan pilihan bahwa bangunan bangunan fisik tempo dulu yang memiliki nilai sejarah tidak harus dihancurkan dan diratakan dengan tanah kemudian menggantikannya dengan membangun perkantoran, atau pusat-pusat perbelanjaan seperti mal untuk kepentingan profit ekonomi semata.

Demikian halnya pilihan-pilihan hiburan yang ada selain yang bergaya modern seperti di Trans Studio Tanjung Bunga juga diperlukan geliat pertunjukan kesenian di sebuah gedung kesenian yang representatif dan pameran atau temu budaya di Taman Budaya Somba Opu yang sudah ada.

Inilah momentum berharga yang seyogiyanya dapat direspons bersama para pejabat birokrat pemerintahan, pelaku budaya dan pemerhati budaya pada forum-forum yang digagas bersama.

Sebagai ilustrasi pada suatu percakapan dengan para rekan seniman di Makassar mengeluhkan: Kurangnya perhatian pemerintah terhadap kehidupan ber-kesenian.

Seniman dicari dan diperlukan bila tiba masa pemilihan gubernur, bupati, walikota atau untuk hajatan ulang tahun kota dan provinsi yang sifatnya sporadis. Mestinya yang terjadi adalah terciptanya sinergi dan kemitraan di antara pelaku budaya dan pemerintah yang saling membutuhkan dan menghidupkan.

Merawat Kesehatan

Sebagai yunior dengan Pak Aspar yang sudah bersentuhan sejak tahun 1970-an hubungan ini sudah seperti adik dan kakak. Sejak dulu Aspar rajin berolahraga, jalan pagi atau lari-lari di tempat, pelemasan otot dan olahraga pernapasan, kemudian sarapan, baca koran, minum kopi dan merokok. Kopi dan rokok sudah "berhasil" ditinggalkan 20 tahun lalu. Aktivitas membaca, menulis dan bermain film/sinetron yang membuat raga dan fisiknya tetap terawat. Saya tidak pernah mendengar Aspar sakit “terbaring” selain keluhan-keluhan pada pernapasan karena usia.

Membaca dan menulis adalah sebuah “hidayah” untuk orang-orang terpilih yang membuat rasa dan pikiran terus aktif berfungsi tidak stress dan pikun. Gejolak batin dapat terwadahi dengan tulisan-tulisan puisi lewat media facebook atau tampil membcakan puisi-puisinya. Selain itu, olahraga sepak bola yang menjadi perhatiannya terutama untuk tim kesayangan PSM Makassar dan Timnas PSSI. Kisruh PSSI, Nurdin Halid, Menegpora dan Liga Premier Indonesia terus diikuti dan memberikan opini melaui facebook dan email. Aspar antara lain berkomentar, ... Nurdin Halid (NH) akan tercatat sebagai emas bila ia menyatakan tidak akan mencalonkan diri maju menjadi Kandidat Ketua Umum PSSI periode berikutnya ...”

Semoga Aspar di usianya ke-68 tahun masih terus berkarya dan menyisakan waktu untuk menulis novel dan “berteater” di antara rutinitas lainnya. Selamat Panjang Umur. (*)

[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan anda di blog: http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]

Tidak ada komentar: