Tingkat buta aksara di Sulawesi Selatan ternyata masih cukup tinggi. Dari data yang dirilis Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) Kamis, 9 September 2011, tercatat total angka buta aksara di daerah ini mencapai 520.247 orang. Penyumbang angka buta aksara terbesar di Sulsel adalah Kabupaten Bone, yakni 74.841 orang. Berikutnya Jeneponto (41.591), Bulukumba (38.355), Gowa (36.196), serta Wajo (31.163). Grafis/Anbas/Fajar
-------------
Buta Aksara di Sulsel Tembus Setengah Juta
- Buta Aksara di Bulukumba 38.000 Orang
http://www.fajar.co.id/read-20110910013521-diknas-sulsel-bantah-data-kemendiknas
http://www.fajar.co.id/read-20110909002921-buta-aksara-di-sulsel-tembus-setengah-juta
JAKARTA, FAJAR -- Tingkat buta aksara di Sulawesi Selatan ternyata masih cukup tinggi. Dari data yang dirilis Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) Kamis, 9 September, tercatat total angka buta aksara di daerah ini mencapai 520.247 orang. Secara nasional, tingkat buta aksara Sulsel menduduki peringkat empat di bawah Jawa Timur (2.531.237), Jawa Tengah (1.568.111), dan Jawa Barat (870.115).
Penyumbang angka buta aksara terbesar di Sulsel adalah Kabupaten Bone, yakni 74.841 orang. Berikutnya Jeneponto (41.591), Bulukumba (38.355), Gowa (36.196), serta Wajo (31.163). Jelasnya, lihat grafis.
Atas fakta tersebut, Kemendiknas akhirnya menempatkan Sulsel dalam daftar prioritas pengentasan buta aksara nasional. Penyebabnya, daerah ini termasuk dalam 10 provinsi dengan pengidap buta aksara terbanyak di tanah air. Sembilan provinsi lainnya adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Papua.
"Penuntasan buta aksara kita prioritaskan di sepuluh provinsi dengan tingkat jumlah buta aksara sepuluh tertinggi," jelas Kepala Subdirektorat Pembelajaran dan Peserta Didik Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat Ditjen PAUDNI Kemendiknas, Elih Sudiapermana di Kemendiknas, Jakarta, Kamis 8 September.
Direktur Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) Kemendiknas, Wartanto menambahkan, upaya penuntasan buta aksara sejatinya telah berhasil menekan angka buta aksara menjadi 8,3 juta orang atau 4,79 persen dari jumlah penduduk Indonesia pada 2010. Angka ini melampaui target dunia (di bawah lima persen) pada 2015.
Wartanto mengatakan, mereka yang telah bebas buta aksara dapat kembali lagi menjadi buta aksara karena kurangnya pembinaan dan tindak lanjut. Dia mencontohkan, setiap hari masyarakat masih menggunakan bahasa ibu dan kurang menggunakan bahasa Indonesia. Akhirnya kemampuan bahasanya turun lagi.
Wartanto menyebutkan, berdasarkan data hasil evaluasi, hampir 30 persen mereka yang sudah melek aksara kembali buta aksara lagi karena kurang memperoleh pembinaan. "Daerahnya bisa saja terjadi di kota, tetapi rata-rata terjadi di daerah perdesaan yang sarana dan prasarana serta dukungan pembinaannya terbatas," ujarnya.
Dana Khusus
Elih menyebutkan bahwa Kemendiknas telah mengalokasikan anggaran pendirian taman bacaan masyarakat (TBM) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berjalan. Nilainya, masing-masing Rp 15 juta untuk pendirian TBM, serta Rp 25 juta sebagai uang pembinaan bagi 500 lembaga.
"Dana tersebut disalurkan melalui dana dekonsentrasi ke provinsi. Dan itu tidak hanya untuk buku, tetapi juga buat sarana dan penunjang lainnya seperti rak buku," jelasnya.
Selain itu, lanjut Elih, pemerintah menyelenggarakan program keaksaraan dasar dengan memberikan bantuan operasional sebesar Rp 360 ribu per orang dengan target sasaran 550 ribu warga. Kemendiknas juga mengalokasikan Rp 460 ribu per orang untuk pembinaan lanjutan melalui program keaksaraan usaha mandiri.
"(Dana itu) untuk pembelajaran selama 114 jam dalam enam bulan dengan jumlah pertemuan dua kali seminggu. Kecenderungan capaiannya di bawah lima persen, tetapi karena total penduduk besar, sehingga absolutnya besar. Pendekatan kita fokus ke jumlah, bukan capaian," kata Elih.
Untuk mengatasi sebaran penduduk buta aksara, pemerintah pusat juga telah merintis program keaksaraan keluarga.
"Dukungan keluarga sangat besar dalam menuntaskan buta aksara. Diharapkan, di dalam keluarga terjadi proses pembelajaran. Anggota keluarga lain atau tetangga disiapkan menjadi asisten tutor, sehingga dia bisa membelajarkan, termasuk yang berkaitan keberaksaraan," katanya.
Pemerintah, tukas Wartanto, melakukan berbagai program agar penduduk yang sudah melek aksara dapat meningkatkan kemampuan mengenal aksara dan pengetahuan dasar. Dia menyebutkan, langkah yang ditempuh adalah membuat buku atau buletin, mendirikan TBM, dan menggandeng organisasi mitra seperti PKK, Aisyiyah, Kowani, Dharma Wanita, dan Muslimat NU.
"Pemberantasan buta aksara tidak hanya di desa, tetapi di tempat keagamaan seperti masjid, gereja, dan kelenteng. Kami tidak membayar mereka, tetapi dana yang diberikan untuk proses pembelajaran," katanya. (mba/fmc)
Diknas Sulsel Membantah
Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan menolak angka buta aksara di daerah ini seperti dilansir Kementerian Pendidikan Nasional. Menurut Abdullah Djabbar, Sekretaris Diknas Sulsel, hingga tahun lalu, orang buta aksara di daerah ini hanya 68.083 orang.
"Kami bisa pertanggungjawabkan data kami. Dari 68.083 orang buta aksara, kami miliki namanya masing-masing, lengkap dengan desa, kecamatan hingga kabupaten/kotanya," klaim Djabbar, Jumat 9 September 2011.
Djabbar memastikan data yang dirilis Kemendiknas itu kurang valid. Apalagi, sebutnya, jika ternyata datanya diambil dari Badan Pusat Statisik (BPS).
"BPS biasanya menggeneralisasi saat melakukan perhitungan. Terkadang di desa terpencil, orang tua lanjut usia yang tidak bisa berbahasa Indonesia, dinyatakan masuk dalam hitungan buta aksara. Padahal, yang bersangkutan sanggup membaca, minimal lontara daerah atau Alquran. Juga sanggup membedakan tulisan angka," ucap Djabbar.
Karena itu, dia mengaku berani beradu data dengan Kemendiknas untuk memastikan angka pasti buta aksara di daerah ini.
"Data kami resmi dari kabupaten/kota. Kalau Kemendiknas bisa membuktikan per desa dan per kecamatan lengkap dengan nama orang yang buta huruf, kami mengalah," tegas wakil ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulsel itu.
Berdasarkan data Kemendiknas, total buta aksara di daerah ini mencapai angka setengah juta lebih. Tepatnya 520.247 orang. Dari angka itu, Kabupaten Bone tercatat sebagai daerah penyumbang buta aksara terbesar, yaitu 74.841 orang. Disusul Jeneponto (41.591), Bulukumba (38.355), Gowa (36.196), serta Wajo (31.163).
Djabbar menambahkan, sejak 2008, berbagai program pengentasan buta aksara telah digulirkan pihaknya. Di antaranya, fokus pada intensifikasi kejar paket A-B dan gerakan multipihak. Sedangkan untuk rata-rata lama sekolah program kerja paket C untuk putus sekolah SLTA, sedang digalakkan.
Menjawab pertanyaan dampak penetrasi program pendidikan gratis yang digulirkan pemprov, Djabbar menegaskan bahwa program tersebut banyak membantu mengurangi buta aksara. "Logikanya, bagaimana mungkin buta aksara makin besar sementara akses ke pendidikan kian bagus," ungkapnya.
Buta Aksara di Sulbar
Masyarakat Sulbar yang buta aksara masih cukup signifikan. Data Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menyebutkan, total penderita buta aksara di Sulbar mencapai 14.523 orang.
Penderita buta aksara ini tersebar di lima kabupaten. Terbanyak ditemukan di Kabupaten Polewali Mandar yang jumlahnya mencapai 4.484 jiwa. Disusul Mamasa (3.063 jiwa), dan Mamuju (2.762 jiwa), Majene (2.603), serta Mamuju Utara sebanyak 1.611 orang.
Meski begitu, Kemendiknas tidak memprioritaskan Sulbar sebagai daerah prioritas pengentasan buta aksara. Alasannya, Sulbar tidak masuk dalam 10 besar provinsi dengan buta aksara terbanyak. Sepuluh daerah prioritas seperti diberitakan kemarin adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulsel, Bali, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Papua. (aci-mba/fmc)
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya di Blog Kabupaten Bulukumba (http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar