Jumat, 23 September 2011

Warkop di Bandung Sajikan Kopi Asal Bulukumba


KOPI SEGAR. Penyangraian berkontribusi menentukan kenikmatan seduhan kopi. Kopi yang terseduh berasal dari kopi segar yang baru disangrai dan tidak disimpan berlama-lama. Dengan demikian, aroma dan cita rasa kopi lebih optimal. Kedai Kopi Waddaddah, di Bandung, Jawa Barat,  fokus mengusung kopi susu asal Bulukumba, Sulawesi Selatan. (int)
 


"Terbius" Nikmat Kopi Kedai Lokal
- Warkop di Bandung Sajikan Kopi Asal Bulukumba


Dini | Jumat, 23 September 2011
http://female.kompas.com/read/2011/09/23/19012156/Terbius.Nikmat.Kopi.Kedai.Lokal

KOMPAS.com - Wanginya aroma kopi segera mengundang selera begitu masuk ke kedai Kopi Kamu di Senayan Residence, Jakarta Selatan. Lokasinya berada di sudut Senayan City, terpisah dari kompleks pusat perbelanjaan. Cukup nyaman, tenang, dan membikin betah siapa pun yang gemar menikmati kopi sembari sekadar kongko. Pemandangan serba kopi menyergap mata, mulai dari rak-rak di belakang bar yang berisi deretan toples berisi biji-biji kopi dari berbagai daerah di Indonesia.

Di Kopi Kamu, kopi baru digiling ketika dipesan. Biji-biji kopi itu pun biji kopi yang telah disangrai dan tidak disimpan berlama-lama. Dengan demikian, aroma dan cita rasa kopi lebih optimal. Kedai kopi yang didirikan Rudy J Pesik pada Juni 2010 ini kian mewarnai bergairahnya pertumbuhan kedai-kedai kopi lokal di ranah specialty coffee di Indonesia, khususnya Jakarta. Di kedai kopi lokal yang ”serius” semacam ini, pasar penikmat kopi sejati terisap. Ya, kedai-kedai lokal ini turut mengisap pasar dari kedai-kedai kopi yang sudah ada.

Santi Rivai (37) misalnya. Penikmat kopi yang pernah 11 tahun bermukim di Boston, Amerika Serikat, ini sejak 2007 menjadi pengunjung rutin kedai kopi. Selama di Boston, kegemarannya mengopi terpelihara. Di sana, beberapa kali dia menemui kopi yang mengusung label nama daerah asal Indonesia, seperti Sumatera atau Toraja. Pulang ke Indonesia, desainer grafis ini menemukan oase kopi spesial justru di kedai kopi lokal.

Selain atmosfer personal dari kedai kopi lokal, cita rasa kopi dari kedai-kedai lokal memang istimewa. Salah satunya karena kedai lokal menyangrai sendiri biji-biji kopi mentah. Penyangraian itu berkontribusi menentukan kenikmatan seduhan kopi. Kopi yang terseduh berasal dari kopi segar yang baru disangrai.

Irvan Helmi (29), salah satu pendiri sekaligus roast master dari Anomali mengatakan, kopi yang telah disangrai itu disimpan selama maksimal hanya satu bulan. Pentingnya proses penyangraian membuat kedai kopi memiliki roast master yang dididik sendiri. Pengunjung bisa menyaksikan langsung penyangraian itu. Mesin penyangrai berukuran besar ditempatkan di muka kafe, sekaligus menjadi ornamen eksotis bagi penikmat kopi. Harum semerbak kopi yang tengah disangrai menjadi bonus tak ternilai.

Sikap total serupa juga dilakukan oleh kedai kopi lokal bernama Macehat di Medan, Sumatera Utara. Kedai kopi yang mengusung kopi lokal arabika khusus asal Sumatera ini bahkan mengolah sendiri buah kopi yang baru dipanen. Buah kopi itu kemudian dipilih yang benar-benar berwarna merah. Kopi lalu ditangani melalui tahap pengolahan yang panjang, mulai dari pengupasan, fermentasi, pencucian, pengeringan, pendinginan (tampering), pengupasan kulit tanduk, pengeringan akhir, hingga penyangraian.

Pendirinya, Verayani Jioe, meyakini cara demikian mampu meraih dan menjaga kualitas biji kopi yang premium. Dari proses ini, Macehat juga mendapatkan biji-biji kopi jantan (peaberry) yang merupakan biji kopi tunggal dalam satu buah kopi.

Meski begitu, Verayani beranggapan, di Medan sendiri, penikmat kopi premium masih sedikit. Namun, dia tak berkecil hati. Meski kecil dan menyempil, kedai kopi Macehat yang berada di Jalan Karo, Medan, ini perlahan tapi pasti dikenali para pencinta kopi. Macehat bahkan melayani pemesanan biji lokal dari luar Medan meski hanya membeli satu kantung, tentunya berikut ongkos kirim. Pemesanan bisa dilakukan melalui situs atau telepon.

Kopi Asal Bulukumba

Semangat kelokalan juga menapasi Waddaddah, kedai kopi di Bandung, Jawa Barat, yang fokus mengusung kopi asal Bulukumba, Sulawesi Selatan. Yaya, yang asal Bulukumba, mendirikan Waddaddah karena kepincut berat dengan cita rasa kopi di kampungnya. Itu pun baru disadari Yaya ketika ia pulang kampung dan tinggal sementara di sana selama tiga tahun.

Masa lima tahun terakhir menurut dia, terjadi demam pertumbuhan warung kopi di Bulukumba sejak Facebook digandrungi. Pasalnya, warung kopi penyedia wifi gratis menjadi salah satu faktor penarik pengunjung. Demam ngopi di kedai yang muncul belakangan ini di sana sebenarnya sedikit aneh. Sebab, perkebunan kopi telah eksis sejak zaman Belanda di Sulawesi. Namun kultur minum kopi di Bulukumba, terlebih di kedai kopi, menurut Yaya, belum lama terbangun.

”Karena secara historis, kita memang daerah koloni. Kita hanya penghasil, yang menghasilkan kopi hanya untuk memenuhi kebutuhan Barat. Masyarakat di daerah penghasil sendiri tidak tahu seperti apa rasa kopi yang terbaik. Sampai sekarang, kopi grade 1 di sana habis dibawa ke luar negeri,” kata Yaya.

Berangkat dari demam ngopi di kampungnya itu, Yaya lalu menghadirkan khusus kopi susu di Waddaddah. Akhir tahun ini, Yaya bahkan berencana membuka kedai serupa di Jakarta. Tetap fokus di penyajian ala kopi susu. Penyeduhan kopi diproses mirip ala kopi turki yang direbus, namun menggunakan alat penyaring kain selama proses perebusan kopi.


”No espresso”

Dari pilihan cara penyeduhan kopi ini, napas kelokalan dikukuhkan. Kopi nikmat tak melulu espresso. Seperti sikap komunitas pencinta kopi yang tertuang dalam situs philocoffeeproject.wordpress.com: ”Kami menolak espressoisme.” ”Espressoisme” yang dimaksud adalah peletakan pakem bahwa tiada kenikmatan kopi di luar espresso berikut turunannya.

Di Jakarta pun, penyajian kopi selain berbasis espresso bisa dijumpai di kedai-kedai kopi lokal. Mulai dari diseduh secara tubruk, pour-over, syphon, aero press, french press, ataupun moka pot bisa dijumpai. Kedai Kopi Javva di bilangan Senopati, Jakarta Selatan, misalnya, dengan tegas hanya menyajikan kopi yang diseduh secara pour-over dan syphon. Pour-over ini sederhananya semacam penyeduhan kopi dengan menyaring dan meneteskan ekstrak kopi secara perlahan. Sementara syphon yaitu alat penyeduhan kopi dengan tenaga panas uap air, yang banyak diminati di Jepang.

Banyak jalan menikmati kopi, tanpa harus terbelenggu pada pakem-pakem yang dihomogenisasi oleh selera penguasa modal. Begitu pula dengan kopi berkualitas, tak melulu lagi hanya ada di kedai internasional. Jadi, mari kita terbius bersama di kedai kopi lokal.... (XAR)

[Terima kasih atas kunjungan dan komentar Anda di Blog Kabupaten Bulukumba - http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/.]

Tidak ada komentar: